Kejam

65 6 0
                                    

Lagi. Cafar memukuli putranya itu membabi buta. Namun, demi nama baik keluarga ia selalu menghindari wajah sang anak. Pencitraan.

Dan disinilah Zeris berada, dikamarnya yang terletak di lantai 2. Ia berbaring diatas kasur menghadap langit-langit dan meringis menahan beberapa lebam dan lecet. Ia pun merutuki kebodohannya yang malah membeli tongkat baseball untuk hiasan berujung sebagai alat penyiksaannya bagi sang ayah.

Semilir angin meringankan perih luka dilengannya akibat terbentur pinggiran meja kaca. Ia memejamkan matanya dan seketika mengingat perkataan Cafar.

"Kenapa kau biarkan mereka melakukan hal kasar itu pada Ruvha?!"

Teriakan Cafar ketika memukulnya masih terngiang jelas dikepalanya. Awalnya ia bingung kenapa dengan Ruvha, namun ia menyadari kalau akhir-akhir ini selalu saja ada yang mencari masalah dengannya. Dan lebih sering gadis itu yang menjadi korban.

Zeris tahu betul kenapa itu bisa terjadi, tentu saja Ruvha yang memulainya. Dengan membully Aery kekasihnya, sama saja masuk ke kandang singa. Karena orang-orang tahu siapa yang benar dan salah, jadi biarkan saja gadis itu mendapat ganjarannya.

Namun, dengan membiarkannya justru Zeris yang kena imbas. Gadis itu memang membawa petaka.

Ia kesal setengah mati. Jika saja Ruvha tak ada di dunia, tidak bertunangan dengannya, dan tidak membully Aery duluan, semua ini tidak akan terjadi.

Dengan segala kekesalannya, matanya perlahan tertutup membawanya ke alam mimpi.

Matahari mulai muncul dan menyusup melalui gorden dengan pintu balkon yang terbuka membuat Zeris terbangun akibat silaunya cahaya pagi.

Ia berangkat kesekolah dengan badan yang masih terasa lelah. Ia berjalan di koridor sambil memainkan ponselnya dan tanpa sengaja menabrak seseorang.

Seseorang jatuh beserta beberapa bukunya yang baru diambil dari dalam loker. Zeris menatapnya malas setelah mengetahui siapa yang ia tabrak.

Ruvha menoleh sebentar dan mengabaikannya sambil mengambil buku-buku yang tadi jatuh. Sampai gadis itu kembali berdiri, Zeris tak beranjak hanya tetap menatapnya.

"Kenapa lo gak mati aja sih? Gak malu selalu buat orang susah gara-gara lo? Masih merasa pantes berdiri dihadapan gue?" Ujarnya tajam didepan banyak orang yang sengaja berhenti ingin menyaksikan. Ruvha diam memperhatikanya, tanpa ekspresi dan tanggapan apapun.

Melihat Zeris yang tak melakukan apapun lagi, gadis itu pergi begitu saja seolah tak mendengar kalimat itu sebelumnya. Zeris menatap punggungnya tajam dengan aura membunuh.

Bel istirahat belum berbunyi namun Ruvha sudah sangat kebelet dan memutuskan izin ke toilet kepada guru yang sedang mengajar. Ia melihat pantulan dirinya di cermin sebentar memastikan tidak ada hal aneh pada penampilannya dan segera keluar bertepatan dengan bel istirahat nya.

Ketika ia membuka pintu seseorang menunggunya diluar dengan wajah dingin.

"Bisa gak sih lo gak ganggu hidup gue? Sebelum lo dateng semuanya tenang, sampe wajah munafik lo itu muncul semuanya jadi kacau." Zeris terus saja berucap kasar tanpa pembicaraan yang jelas.

"Dia anggep aku orang kaya apa sekarang? Pengganggu? Penggemar? Perusak?" Batin Ruvha menimbang hal mana yang paling menonjol.

"Yah. Masalah tadi pagi udah gue maafin. Gak perlu repot-repot nunggu didepan toilet perempuan kalo cuma mau lihat wajah tunangan lo ini. Udah beres kan?" Ujar Ruvha menatap lurus tanpa takut kewajah Zeris yang kesal dengan perkataannya.

"Bukan ketiganya. Dia cuma gak suka sama gue." Batin Ruvha menyadari spekulasi sebelumnya salah. Zeris tak menganggapnya apapun.

"Tunangan? Lo masih nganggap kita tunangan? Segitunya lo gak mau batalin?" Kalimat dengan gaya meremehkan itu membuat Ruvha tersenyum. Namun belum sempat Ruvha bersuara Zeris malah tertawa pelan meremehkan gadis itu.

"Yah.. Cewek munafik emang selalu egois." Lanjutnya langsung berbalik meninggalkan Ruvha yang masih diam ditempatnya menatap punggung itu menjauh.

Foral sedari tadi berdiri didekat sana memperhatikan mereka berdua tanpa disadari. Ia semakin prihatin dengan temanya itu.

"Vha... lo batalin aja pertunangan kalian, mendingan lo dikatain gak laku sama Neliz dari pada kaya gini. Atau lo ikut gue kerumah deh, gue minta nyokap bokap buat adopsi lo sekalian." Foral mendekat dan langsung bicara dengan sangat cepat membuat Ruvha tidak paham arah pembicaraannya. Gadis itu berkata seperti itu juga sangat sadar dengan konsekuensi yang akan Ruvha dapatkan dari kedua orangtuanya.

"Bentar-bentar. Gak laku? Adopsi? Apaan sih?" Ruvha menatap Foral sepenuhnya mencoba memahami yang gadis itu katakan.

"Udahlah. Kantin yuk!!" Foral langsung menarik lengan temannya itu dan pergi ke kantin bersama.

Setelah mereka hampir sampai tiba-tiba Foral menghentikan langkahnya. Ruvha menoleh seolah bertanya.

"Kok gue kebelet ya? Gue ke toilet bentar, lo duluan aja." Setelahnya Foral langsung berlari sementara Ruvha hanya tersenyum. Kenapa gak tadi, padahal mereka dari toilet.

Saat Ruvha memasuki kantin tiba-tiba ada seseorang yang berjalan didepannya dengan nampan penuh makanan. Ruvha sedikit heran dan hanya bisa memperlambat jalannya. Namun tak lama kemudian orang didepannya itu terjatuh, sangat jelas Ruvha melihat seorang gadis lain yang sedang duduk sengaja menyodorkan kakinya. Sudah bisa ditebak itu siapa, tentu saja Lirra.

Ruvha diam ditempatnya melihat didepan mata seorang gadis yang seragamnya sudah dipenuhi makanan kantin. Tidak mau ikut campur, Ruvha kembali berjalan melewatinya namun gagal karena kakinya dipegang gadis menyedihkan yang terduduk di lantai itu sekarang.

Ruvha menoleh tanpa minat dan sedikit menyentak kakinya agar terlepas. Dan sedetik berikutnya suara yang Ruvha benci selain suara kedua orang tuanya menggema membuat semua orang dikantin menolehnya.

"RUVHA!!" Bentakan yang membuat semua orang tahu apa yang akan terjadi.

Merasa dipanggil gadis itu menoleh tanpa ekspresi. Ia tahu apa laki-laki itu pikirkan, dengan dirinya berdiri disebelah gadis dengan kondisi berantakan dan lihat air matanya mulai mengalir.

Laki-laki itu dengan cepat sudah berada dihadapan mereka. Membantu gadis cengeng bernama Aery untuk berdiri masih dengan tatapan tajam yang setia diarahkan pada Ruvha.

"Masih kurang lo udah jadi tunangan gue?! Lo gak akan bisa ambil hati gue dari Aery bahkan pake cara menjijikkan ini!! Dengan lo berusaha nyingkirin Aery justru gue makin gak mandang lo sama sekali!" Kalimat yang dilontarkan Zeris sama sekali tidak menyakiti Ruvha. Karena menurutnya semua itu hanya omong kosong dari seseorang dengan kepercayaan diri yang tinggi kalau dia sangat didambakan.

Tapi Ruvha hanya diam, padahal sekarang bisa dikatakan ia sedang dipermalukan. Kenapa? Karena ia masih tidak tahu berapa banyak orang suruhan Miltha dan Raflan yang mengawasinya. Tentu saja menjaga sikap dengan tetap tenang dan tidak memusingkan perkataan banyak orang disekitarnya sekarang yang menjelekkan dirinya meskipun masih ada beberapa yang menyalahkan Lirra.

Melihat Ruvha yang sama sekali tidak merespon perkataannya membuat Zeris tertawa mengejek seolah ia benar, dan pergi bersama Aery dengan meninggalkan seseorang yang baru saja ia permalukan tanpa alasan.

.
.
.
.
.
.

Next-

HalayacrepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang