2. Dimulai

52.7K 4.8K 154
                                    

Zeno menghembus nafasnya berat.
“Lo kenapa sih? Nekuk mulu dah. Gara-gara si anak basket?”

Arfa terdiam. Duduk dibangku kesayangannya, dan memandangi jendela ke arah luar. Menghiraukan pertanyaan Zeno barusan.

Drrt! Drrt!

Zeno menoleh, dia meraba-raba ponselnya. Mukanya merengut.

“Napa lo?” tanya Arfa, yang melirik kepo ke arah Zeno.

Zeno terdiam sebentar. “Ga ada. Dari Kyrian doang.”

Begitu balasnya. Sejujurnya, kalau boleh dibilang, Arfa tau.

Ya, rahasia terbesar dari seorang tampang preman namun manis milik Zeno.

Zeno memiliki rasa yang berbeda pada Kyrian. Entah kenapa, firasat itu bisa sampai terlewat dipikirannya. Tapi Arfa tau, dari mata Zeno saat memandang Kyrian.

Seolah-olah, Zeno mengatakan seluruh perasaan istimewa yang tak akan terbalas nya, berharap dengan tegas, namun terlihat lembut disisi lain.

Zeno sadar diri. Kyrian bukan miliknya, entah berapa  tahun lagi dia mengejarnya. Terjebak dengan lingkaran pertemanan, membuatnya tidak bisa melewati garis di depannya. Menunggu dan mendukung, itulah yang selama ini ia lakukan.

Arfa tau, tapi dia memilih diam saja. Bukan karena apa, tapi dia takut jika nantinya garis itu akan hilang tiba-tiba jika ia muncul.

Bagi Zeno, Kyrian lah yang sudah membawanya kemari.

Bukan hakku untuk mengatur hidupnya, karena aku bukan siapa-siapa.

Setidaknya, begitulah pandangan Zeno terhadapnya bagi Kyrian.

Terlebih lagi, Zeno sekarang menghadapi masalahnya yang baru.
Semenjak guru tampan, atau bisa dibilang antik itu datang ke sekolah mereka.

Hidupnya kembali terusik.
Rei Dilafia. Guru Sastra disekolah mereka. Berambut hitam kecoklatan dengan sedikit panjang, dan poni kanannya disisihkan di bawah telinga.

Menggunakan kacamata tipis, walau bagi Zeno dia hanya bergaya.

Manik coklat hazel yang membuat semua siswi bahkan guru lainnya terpesona.

Antik, begitu tanggapan Zeno.

“Lo gak capek?” tanya Arfa tiba-tiba, membubarkan lamunan Zeno.

Zeno membalikkan badannya, menghadap ke Arfa.

“Capek apaan? Sekolah? Jelas capeklah.” Balasnya, dengan mata lurus kedepan.

“Ah, bego. Lo peka atau pura-pura ga mudeng sih!?” ujar Arfa kembali malas.

Zeno menatap Arfa maklum.

‘Gue capek liat lo menderita kayak gitu, bego.’


*

Di sisi lain, Angga dengan sigap menangkap satu botol air mineral yang dilemparkan Danny disaat dia tengah jalan.

“Dih, anak cogan kalo nangkep auranya beda.” Celetuk Danny yang langsung sadar gerombolan cewek yang menguntit Angga dari belakang.

Tak lupa dengan hp dan kamera yang menyala.

“Berisik ah, lemes nih gue.” Ujar Angga sambil memegang tengkuknya sambil berjalan lagi.

Hingga tak sadar jika dia menabrak seseorang.

DUGH!

“Aw!” pekik seseorang itu.

Angga sontak kaget. Mungkin karena badan nya yang terbiasa terlatih, membuatnya tidak beranjak sedikit pun, dan malah orang itu yang terpental.

“Eh, lo ngga papa?” Angga berusaha menjulurkan tangannya, niatannya sih untuk membantu orang itu berdiri.

“Ah, gapapa kok kak. Aku bisa sendiri.” Jawab cewek berambut hitam panjang lurus dan muka imutnya itu.

Dia mencoba berdiri, namun tiba-tiba kakinya sedikit nyeri dan kehilangan keseimbangannya.

Hap!

Sialan si anak basket. Dia dengan sigap menangkap tubuh kecil cewek manis itu.

Tidak sadar jika Arfa kebetulan lewat dan melihat adegan demikian.

‘Hmph, cowok gaje! Resek banget jadi orang, tapi nyari kesempatan mulu.’ Batin si Arfa dengan muka kesal.

“Adu..duh..duh..” ujar Angga sambil meringis kesakitan.

Si cewek langsung membangunkan diri sambil menutup mulutnya tak percaya.

“Kak! Kakak ga apa?! Sori kak!” ujar cewek itu sambil menjulurkan tangannya yang dengan sigap diterima oleh si manik hitam.

“Bwahaha. Lo sial banget dah. Jatoh kok dua kali!” ejek Arfa yang sengaja berjalan menuju ke arah Angga.

Angga hanya diam, dia tidak mau mendengarnya dari cowok yang belum pernah jatuh cinta sekalipun.

Danny juga ikut diam saja. Toh, kalau mau dibantuin keduanya juga sudah bangun, dan dia tidak ada urusan dengan si cebol itu.

Cewek yang merasa bersalah tadi namanya Fani.

Terkenal seantero sekolah karena cantiknya, baiknya, pinternya, sexynya, dan lainnya.

Pokoknya bener-bener idaman para pria deh.

Terkecuali bagi Arfa yang melihat Fani hanya tebar pesona di hadapan Angga.

“Sekali lagi maafin aku kak! Gimana kalo aku traktir makan di kantin aja?” Fani malah semakin berniat mendekati Angga.

Kelihatan banget, batin si manik hitam aka Angga.

“Hm, boleh deh. Sekalian aku laper, hehe.” Angga langsung menarik tangan si cewek yang terlihat tersipu malu itu menuju ke kantin.

Meninggalkan Danny yang meneriaki nama sahabatnya karena ditinggal dan Arfa yang geram akan sikap acuh tak acuh Angga.

*

Fani yang merasa semakin akrab dengan Angga itu langsung merecokinya dengan berbagai pertanyaan.

Rumahnya dimana lah, punya saudara apa engga lah, mau masuk univ mana lah, udah punya gebetan apa belom lah, ribet pokoknya.

Pinternya Angga, dia menjawab semua pertanyaan itu sejujur-jujurnya.

Ya kali bisa dapet nomer si Fani buat di obralin ke anak kelasnya nanti, untung kan?

“Tipe ceweknya kak Angga kayak apa sih?” tanyanya tiba-tiba.

Sontak membuat Angga yang tadinya mau meminum es jeruk di depannya langsung terhenti.

Yang awalnya mau membalasnya dengan muka datar, langsung diganti dengan muka penuh senyuman.

“Wah, kenapa nih? Tertarik ya?” godanya secara sengaja.

Dan yap, dia ngambil jebakannya si Angga.

Mukanya auto merah ditanyain begituan sih ya.

“Dih, kakaknya kepo banget ah. Ya masak aku suka sama kakak, kan baru kenal.” Balasnya sambil memainkan ujung rambutnya yang tergolong Panjang.

“Kalo udah terlanjur suka ya gimana kan?” ujar cowok itu.

Grep.

Fani  terhenti menyeruput kuah soto di depannya. Menatap cowok gagah itu lama, hingga akhirnya senyumnya tergulum.

Senang, tentu saja. Cowok terkenal seantero sekolah ditambah cewek terkenal seantero sekolah.

Digabungin!? Ancur dah.

“Hah? Jangan bercanda deh kak.” Ujarnya masih tidak percaya sambil menunduk malu.

Sigap, Angga langsung menggaet tangan si cewek yang masih malu-malu itu ke depan mukanya sambil dicium sebentar.

“Mau ya?” Angga semakin menatap dalam-dalam cewek di depannya.

“Mau!” balas Fani cepat, benar-benar masuk dalam perangkap Angga.

Sementara Arfa yang dari tadi makan sendiri di kantin mengeluh kesal.

Hingga akhirnya cewek yang biasanya nimbrung bareng geng mereka alias Dita muncul dengan tak sopannya langsung duduk di depan kursi Arfa dan menyerobot segelas es jeruk yang masih tersisa setengah.

“Resek lo! Itu minum gue!” sewot Arfa saat tau minumannya di serobot oleh cewek fujoshi akut itu.

“Bacoott!” balas cewek itu sambil menaikkan roknya hingga sepaha.

“Mau semulus apapun paha lo, gue ga tertarik!” Arfa makin gemas dengan tetangganya Zeno yang satu itu.

Dita yang tidak peduli hanya melirik Arfa sebentar lalu membuka Instagram hpnya.

Belum sampai 1 menit, dia langsung tersedak minuman.

“Eh, eh, napa lo!?” ucap Arfa kaget dengan tingkah cewek yang tak tahu malu itu.

“Ini…” tangan Dita bergetar kencang.

“Apaan sih?” Arfa beranjak dari duduknya, lalu berjalan mendekati Dita yang menggenggam erat handphone nya.


TBC

AnggArfaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang