"Adi sama Dilan kok belum balik sih? Gar, lo yakin udah nyerahin obatnya?" Arfa bertanya memastikan.
Pasalnya, dari 15 menit yang lalu masih belum juga ada kabar mengenai keduanya.
"Anjir, udah. Ketua sih yang nyuruh gue langsung kesini, kalo engga kan gue tungguin mereka berdua." Balas Tegar yang ikutan cemas.
"Loh, Kyrian sama Zeno mana?" Fei baru sadar kedua ketua tim itu malah belum datang daritadi.
"Zeno ijin ke UKS, badannya lagi ga enak. Kyrian, gatau. Awas aja entar, gue jotos mukanya sampe bonyok." Arfa benar-benar sudah tidak mengerti lagi dengan Kyrian.
Biar saja dia keliaran kali ini, tapi jotos tetap tidak bisa ditunda.
Tak lama, Dilan masuk dengan muka kusut dan lelah. Tapi, tidak ada Adi yang mengikutinya.
Lah, kemana si bocil?
Arfa tau ada yang tidak beres. Dilan bersikap baik dan peduli pada Adi saja sudah tidak benar bagi Arfa.
Pasalnya, dari dulu Dilan itu tidak pernah peduli pada si Adi. Dia hanya bersikap cuek saja dengan anggota lainnya.
"Mana Adi?" Arfa memasuki mode interogasi.
Dia tidak mau ada lagi perselisihan diantara anggotanya.
"Masih di lapangan. Ntar nyusul, katanya." Jawab Dilan berat.
Yohan dan Tegar yang mendengarnya jadi bergidik ngeri. Nada berat Dilan itu memang tidak bisa dilawan.
Fei menengok ke arah Arfa, inginnya sih bertanya apakah rapat kali ini dibubarkan saja.
Tapi Arfa memberikan tatapan untuk melanjutkan rapat kali ini.
"Sebenernya gue mau ngebatalin aja rapat kali ini, tapi ini kayaknya urgent banget, jadi mau gamau gue lanjutin." Ujar Arfa sebagai pembukaan.
"Gue dapet kabar dari saudara Fei, kalau ada bentrokan di sekitaran wilayah ini. Dan, sekolah kita termasuk wilayah itu. Bentrokan ini sebenernya cuman antara SMA Prima Nusantara sama SMA Wilangga yang gajauh dari sini. Tapi, katanya mereka juga ngajakin para mahasiswa untuk ikut bentrokan. Dan lo lo semua tau, mahasiswa itu ukurannya lebih gede dan lebih kuat dari anak SMA. Yang gue takutin, karena anak mahasiswa ini gatau siapa aja lawannya, takutnya ntar anak sekolah kita keikut kena masalah." Arfa memberi jeda sebelum melanjutkan kata-katanya.
"Jadi, lo suruh kita buat antisipasi penyerangan itu, kan?" Dilan langsung memotong kata-kata Arfa.
Pernyataannya ga salah sih, tapi kan tumben Dilan yang biasanya diem aja waktu rapat, sekarang malah menebak pasti masalahnya dan solusinya.
"Eng, iya. Dan kabarnya pula, bentrokannya malah tanggal 17 Agustus. Dan jadwalnya, setelah kita pulang abis upacara. Kabar terburuknya, mereka bakal nutup semua jalur keluar dari wilayah itu. Kayaknya sih biar lawan kagak ada yang bisa kabur."
Arfa menutup kasusnya. Membiarkan rekannya berpikir sejenak.
"Kalo gitu, anak SMA kita pada ga bisa pulang dong!?" Yohan mana terima. Dia itu anti pulang lama.
"Ga usah teriak, bego!" Tegar yang disampingnya lama-lama mengomel. Ya wajar aja sih, suaranya Yohan itu banter banget kek toa masjid.
"Itu dia. Gue gamau kita ikut campur dipertarungan mereka. Tapi, kita harus bisa menjamin keselamatan anak SMA kita. Kalo posisi kita terancam, gue bolehin untuk ikut campur. Prioritasin anak sekolah dulu." Arfa membuat keputusan.
"Tapi, lawannya anak mahasiswa. Dua sekolah itu murid yang ikut bentrokan juga ga dikit, fa. Kita semua yang bisa cuma sekitaran 25 anak. Anak baru kan belom jago banget, takutnya mereka malah takut sendiri." Fei mendadak khawatir.
Kalo gitu mah, kita kalah jumlah. Mana bisa menang.
"Gue bakal minta tolong sama kak Gilang. Kalo bener-bener terpaksa, gue hubungan tim gue." Kepala Arfa jadi makin berdenyut keras.
Masalah ini saja belum selesai, apalagi harus mengumpulkan lagi timnya yang dulu.
Mereka semua tegang, tentu saja.
Akan ada pertarungan keras sekitar 5 hari lagi.Saking tegangnya, mereka baru sadar bahwa Adi baru masuk dengan muka murung dan kusut, sama seperti Dilan tadi.
"Di?! Lo kemana aja?" Arfa yang panik pertama.
"Kata Dilan, lo bakal nyusul. Kenapa ga barengan?" tanya Tegar, orang yang panik kedua.
Adi kaget dengan pertanyaan Tegar. Dilan bilang begitu? Adi menatap sendu ke arah Dilan.
Tapi, Dilan tidak memperhatikannya sama sekali. Benar-benar seperti keadaan mereka dulu sekali.
"Gue, yang minta." Ujar Adi apa adanya. Toh, Dilan juga maunya begitu.
Arfa mendengus kasar, bukannya dia tak suka dengan sikap Dilan barusan tapi melihat Adi yang tersindir lemah itu ga cocok banget.
Tak mau ada disana lebih lama, Dilan meminta ijin untuk pergi lebih dulu.
Alasannya sih, dia mau ngumpulin tugas ke ketua kelas sebelum slot terakhir habis.
Arfa tau sih kalo dia cuman beralasan, tapi ngeliat keadaan yang canggung begini ya dia mau berbuat apa.
*
Sosok jangkung yang barusan keluar dari markas geng itu mengerjap bingung.
Kok bisa-bisanya dia berucap kasar gitu ke Adi? Udah gitu, Adi keliatannya sedih banget.
Tuhkan, jadi kasian. Apa tadi dia udah kelewatan ya?
Sambil menyembunyikan mulutnya di bawah tangan panjang itu, terlihat semburat senyum senang disana.
Serius, dia sedih karena gue?
Mungkin begitu pikirnya, entahlah. Hanya Dilan dan Tuhan yang tau pikirannya saat ini.
Dia buru-buru menuju kran air ditempat keduanya membersihkan luka Adi.
Tangan besarnya cukup untuk menampung air dengan volume besar bagi seorang manusia.
Air itu dia tuang bebaskan ke muka tampannya.
Begitu selesai dengan fase mencuci muka, dia terdiam sebentar.
Tiba-tiba, teringat dengan perkataannya pada Adi barusan. Juga, ketika Adi memintanya untuk mencium kaki lukanya hari itu.
"Dilannn!" panggil seseorang, membuat Dilan mendecih tak suka.
Oh, pacarnya ternyata.
"Iya, sayang?" tanya Dilan, berusaha dengan selembut mungkin.
"Kok kamu jadi jarang banget sih sama aku?" tangan Dina mulai menggeleyoti lengan Dilan.
Dilan suka, pasti.
Toh, Dina itu bukan tipe orang yang sering clingy kayak gini. Dia seorang tipe yang badass.
Dilan ga bisa membayangkan kalo tipe orang kayak Dina bakal selingkuhin dia.
Kayaknya sih, enggak bakal.
Dilan terkekeh. "Tanyain aja sama Arfa. Dia sering banget manggil kita-kita."
Dina mengerti jika alasannya berkaitan dengan Arfa. Toh, Dina itu juga kenal dengan Arfa.
"Yang, nanti malem kerumah aku yuk? Mama minta calon buat dateng." Dina menyeringai, berniat menggoda.
"Okei, okei. Gausah ngegoda gitu ah." Ujarnya sebelum pergi disusul dengan Dina dibelakangnya tertawa.
TBC
-gimana reaksinya?
Btw, happy 1k reader🥳🥳
Seneng banget banyak yang mampir dan liat karya aku, pantengin terus ya bayi bayiku sayang, votenya juga jangan mau kalah yuk bisa yuk😁

KAMU SEDANG MEMBACA
AnggArfa
Teen FictionArfa; anak geng plus berandalan ini harus bisa menerima kalau kejadian itu mengubah hidupnya 180 derajat. Siapa lagi kalau bukan dengan Angga, cowok dingin yang bikin kepala Arfa pusing setiap ketemu!! WARNING! Ini cerita BxB alias homo, yang gasuka...