.
.
.
Arfa capek tersenyum dari pagi sampai acara itu selesai. Ia ketemu gengnya tadi. Mereka beramai-ramai memeriahkan acara. Ada yang bawa buket bunga, ada yang gegayaan bawa amplop tebel, ada juga yang bawa hadiah segerobak, ada juga yang sampe ngajakin satu keluarga buat nunut makan. Alaska juga ada, dan Arfa senang kakaknya bisa datang.
Disatu sisi Angga juga ga kalah capek. Ia daritadi dipanggil sana-sini oleh mamanya. Belum lagi bertemu beberapa kawan SMA nya yang heboh atas berita pernikahan mendadak itu. Ah, serta mundurnya Angga dan Arfa dari sekolah. Angga memutuskan untuk Arfa bisa melakukan apapun yang ia mau.
Kalaupun Arfa mau melanjutkan sekolah, ia bisa homeschooling atau masuk sekolah privat.
"Hoekkk. Ugh. Hooekk."
Angga memelekkan matanya waktu mendengar rintihan Arfa dari kamar mandi. Ia buru-buru mengetuk pintu kamar mandi mereka. "Fa? Buka, Fa. Kamu gapapa, kan?"
Tak lama, Arfa membuka pintu itu. "Ugh. Cuman mual biasa—ugh. Hoekk."
Angga meringis waktu lagi-lagi Arfa menutup pintu kamar mandinya. Ini sudah dua puluh menit Arfa ga berani keluar dari kamar mandi. Angga diam-diam cemas.
Dia segera merogoh hapenya di nakas. Tak lama, panggilan pun tersambung.
"Mah, Arfa kenapa ya mah? Dia muntah-muntah terus. Angga takut dia kenapa-napa."
Felin diseberang sana terdiam, berfikir. Ini ga seperti apa yang dia bayangkan, kan?
"Coba kamu kasih ke Arfa. Mama mau bicara sebentar." Angga mengangguk cepat. Dia kembali mengetuk pintu kamar mandi. "Dek, ini mamah mau bicara."
Pintu itu terbuka. Bibir Arfa berubah pucat. Mukanya lemas. Sebelum sempat Arfa menutup pintu itu, Angga menahannya. Dia langsung ikut masuk kekamar mandi. "Ngapain, ngga?"
"Sssh. Tuh, mama."
Arfa berpaling dari Angga dan segera mendekatkan daun telinganya kedekat hape Angga. "Iya, bun?"
Felin berdeham sebentar, "Kamu gapapa, nak? Perutnya sakit? Katanya Angga kamu mual terus, ya?"
Arfa refleks mengangguk pelan. "Ga parah sih bun, tapi tetep mual. Hehe."
Angga menambahi. "Bohong, mah. Muka udah pucet gitu." Arfa menoleh cepat. Menempelkan tulunjuknya dibibirnya sendiri. Meminta pada suaminya untuk diam sebentar.
"Ya ampun, kamu mending ke dokter kandungan deh. Suruh Angga anterin ya." Arfa terkekeh meremehkan. "Ngga usah bun, Arfa gapapa kok. Paling cuman ga kuat aja lambung. Nanti kalo makan palingan udah sem—UWAA!"
Arfa mendadak menjerit kaget waktu tiba-tiba dirinya telah berada digendongan Angga. "NGGA!? Lepasin. Turunin, gak?"
Angga cuman menatap istrinya—seperti biasa, dia tidak mendengarkan. Dia dengan sengaja mengecup singkat bibir yang memucat itu. "Ssshh. Katanya mau jadi menantu yang baik, nurut aja sama mamah."
"Fa? Haloo? Kok mamah malah ditinggal berduaan sih." Gerutu Felin diseberang sana. Dia ingin bicara dengan Arfa, tau-tau malah direbut sama putranya sendiri.
"Dah, mah." Angga mematikan panggilan itu. Sebelumnya memberi suara kecupan singkat untuk mamanya itu.
Arfa yang masih ada digendongannya itu memberontak. "Ish, yang. Turunin, aku mau beresin barang dibawah."
Angga tetap mengacuhkan Arfa yang sekarang sudah resmi menjadi miliknya. Cowok itu dengan santai melangkah sambil menggendong Arfa tenang ke arah mobilnya. Lalu mendudukkan Arfa dibangku penumpang didepan.
![](https://img.wattpad.com/cover/296255592-288-k665785.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AnggArfa
Teen FictionArfa; anak geng plus berandalan ini harus bisa menerima kalau kejadian itu mengubah hidupnya 180 derajat. Siapa lagi kalau bukan dengan Angga, cowok dingin yang bikin kepala Arfa pusing setiap ketemu!! WARNING! Ini cerita BxB alias homo, yang gasuka...