Seorang pria paruh baya membanting vas bunga untuk meluapkan emosinya. Tak berhenti disitu, ia juga menghancurkan isi dari ruang kerja ini. Gara-gara anak sialan itu, perusahaannya menjadi seperti sekarang. Bukankah ia sudah memberi peringatan, untuk tidak berbuat macam-macam.
"Blair, anak bodoh itu." Geramnya.
Terdengar suara pintu yang di ketuk. Lalu, muncul lah seorang wanita berambut pendek, dengan atasan turtleneck. Dipadukan bersama pantsuit warna pastel yang lembut untuk membuat kesan feminim.
Dia adalah kepala tim perencanaan strategis di perusahaan Milton.
"Mr. Milton berita mengenai Blair sudah tersebar luas, bahkan sekarang sudah naik dan menempati posisi pertama. Jika kita tetap memaksa untuk menolong Blair, sepertinya itu tidak memungkinkan. Mengingat, dampak yang ditimbulkan akan semakin memperburuk keadaan Milton Company." Ujar sang kepala tim.
"Berarti aku harus merelakan anak itu mendekam di jeruji." Gumamnya yang kemudian di dengar oleh wanita yang menyandang pangkat sebagai kepala tim perencana strategis.
"Itu memang keputusan yang tepat. Dari awal, anak itu selalu membuat masalah. Dan kali ini, dia menyentuh orang yang salah." Kepala tim berujar kembali.
Wanita itu membenarkan posisi kacamata, dan raut mukanya terlihat lebih serius. "Saya curiga kalau ini adalah perbuatan peretas itu," Ungkap kepala tim sambil menatap sang atasan.
"Alangkah baiknya jika kita benar-benar membiarkan Blair mendekam di penjara. Saya khwatir kalau peretas itu kembali melancarkan serangan. Karena dari awal, dia sudah memberi kita peringatan. Dan jika peretas tersebut kembali melakukan sesuatu, saya takut Milton Company tidak dapat bertahan."
Dengan adanya berita ini saja sudah membuat saham Milton Company mengalami penurunan drastis. Jika sampai peretas itu kembali turun tangan, bisa-bisa perusahaan ini diambang kebangkrutan. Dan kalau sampai hal itu terjadi, keputusan terbaiknya adalah merelakan Milton Company diambil alih oleh perusahaan lain.
"Apa yang kau katakan itu benar. Tapi, siapa yang Blair sentuh?" Ia setuju dengan pernyataan tersebut, karena apa yang kepala tim katakan memang benar adanya.
"Sejauh ini, Blair selalu menganggu Liona. Sepertinya dia terobsesi dengan gadis itu." Jelas wanita berambut pendek tersebut.
"Ternyata dia masih menganggu gadis dari keluarga Wilson itu."
"Dan belum lama ini, di kabarkan kalau putri keluarga Wilson mempunyai kembaran, namanya Leona. Di katakan bahwa dia baru saja pulang dari Amerika."
"Jadi kau berpikir ini ada hubungannya gadis bernama Leona itu?" Tanya Mr. Milton yang mendapat anggukkan.
"Sifat gadis itu jauh berbeda dengan kembarannya, Liona. Jika di lihat, dia bukanlah orang yang akan diam saja jika miliknya di sentuh, atau bahkan di rebut orang lain." Kepala tim melanjutkan ceritanya.
"Kalau kecurigaan yang kau katakan itu benar. Kedepannya, hindari terlibat masalah dengannya. Karena gadis itu berbahaya," Ia berujar sambil membenarkan posisi duduk.
Pria paruh baya yang tadi menghancurkan ruangannya, kini tengah termenung. Ia tampak tenggelam karena memikirkan sesuatu. Jika kecurigaan kepala tim terbukti benar. Ia harus berhati-hati terhadap gadis itu, karena dia bukanlah gadis yang bisa di remehkan.
Bahkan ia baru tahu, kalau keluarga Wilson mempunyai harta karun yang berharga seperti ini.
"Apa dia sengaja menyembunyikannya?" Ia bergumam dengan pikiran yang terus melayangkan memikirkan harta berharga milik keluarga Wilson.
Keluarga yang bahkan tak pernah ia pikirkan sebelumnya.
••••
Jam istirahat telah berakhir. Selama berada di kantin tadi, Leona duduk bersama Galexia dan juga Seren. Namun, kali ini agak sedikit berbeda. Karena jumlah mereka bertambah, berkat kehadiran Arion. Ia tak begitu ingat kalau hubungan antara dirinya dengan Arion bisa seperti ini. Yang jelas, semenjak mereka berdua menjalin kesepakatan. Baik Leona maupun Arion, bisa lebih mempercayai satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Is This
Teen FictionKedatangannya kembali ke indonesia bukan tanpa alasan. Pertemuan antara dirinya dengan Sagar juga bukan tanpa alasan. Semuanya telah di takdirkan. "Sorry," Ujar Leona dan berniat untuk pergi. Namun, saat hendak beranjak dari sana. Sebuah tangan bes...