Kini Seren dan Liona tengah berada di rooftop, kedua gadis itu memutuskan untuk membolos. Mereka duduk di kursi panjang sambil menikmati hembusan angin. Seren menoleh kearah Liona, gadis itu terlihat termenung. Liona sudah sejauh ini, dia sudah melewati semuanya. Tetapi bajingan gila itu malah muncul kembali di hadapannya.
"Lio, jangan takut. Gue akan lindungi lo," Kata Seren sambil menarik Liona kedalam pelukannya.
Gadis itu membalas pelukan Seren."dia itu sakit Seren, dia gila!" Lirih Liona yang terdengar hampir menangis.
"Lio tenang, sekarang bukan cuma gue. Tapi Leona juga akan lindungi lo, semuanya akan baik-baik aja." Ucap Seren yang berusaha meyakinkan sahabatnya itu.
"Gue gak yakin kalo Leona akan berpikir begitu, gue takut dia juga nyalahin gue."
Itu adalah hal yang paling ia takut kan, tak masalah jika orang lain menganggap dan menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi. Tapi kalau itu Leona, ia tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Satu-satunya orang yang ia punya setelah Seren, juga menghakimi dirinya. Ia bahkan tak dapat membayangkan hal itu, Leona sangat berarti baginya.
"Percaya sama gue, dia akan selalu ngelindungin lo. Karena lo dan Leona itu adalah satu," Seren mengatakan itu sambil tersenyum.
"Apa Leona berpikir begitu?" Batin Liona, gadis itu juga masih bergulat dengan pikirannya.
Liona masuk kedalam kamar dengan tatapan mata kosong, ia melepaskan tas ransel tersebut, kemudian membuangnya ke sembarang arah. Gadis itu bergegas pergi ke kamar mandi, ia mengisi bathtub itu dengan air. Begitu penuh, Liona langsung masuk ke sana. Gadis itu terlihat berusaha keras untuk membersihkan setiap inci dari tubuhnya.
Ia merasa kalau tubuhnya ini sangat kotor sekarang. Liona mulai terisak, kenapa dia harus muncul lagi di depannya. Ia sangat takut kepada lelaki itu, memori buruk kembali terputar di dalam benaknya. Liona mengingat semuanya dengan jelas, bagaimana tangan tersebut melayangkan pukulan, bagaimana tangan besar itu melingkar dengan kuat di lehernya.
Apalagi saat tangan Blair menyentuh tubuhnya, ia sangat membenci hal itu. Rasanya, sungguh menjijikkan, dan bahkan kenangan buruk itu masih tersimpan dengan baik di dalam kepala Liona. Ia masih mengingat semua rasa sakit itu, baik mental maupun fisik, keduanya sama-sama terluka.
"Seharusnya kamu bisa menjaga diri dengan benar, dan hal ini tidak akan terjadi," Ujar kepala sekolah seraya menyodorkan sebuah surat.
Ia hanya bisa menatap pria itu dengan tatapan tak percaya, jadi semua ini adalah kesalahannya.
"A-apa?" Liona masih tak yakin dengan apa yang di dengarnya.
"Kamu boleh keluar, lain kali jaga dirimu dengan baik, " Ucap pria itu sambil membenarkan kaca matanya, bahkan ketika mata mereka bertemu. Kepala sekolah hanya menatap dingin kearah Liona.
Situasi macam apa ini?
Liona menoleh kepada guru yang menolongnya."miss, saya... "
Wanita itu mengangkat tangan, mengisyaratkan Liona untuk diam."apa yang kepala sekolah bilang itu benar."
Apa? Tapi ia ini korban. Dan juga, dia adalah seorang perempuan, sama seperti dirinya. Namun dengan mudah dia berkata seperti itu, seakan ini bukanlah masalah besar.
Liona keluar dari ruang kepala sekolah, ia menatap surat itu dengan cairan bening yang sudah berkumpul di pelupuk mata. Liona meremas kertas itu, jadi ini adalah akhir dari masalahnya. Berkat latarbelakang yang di miliki oleh Blair, tentu hal ini bukanlah apa-apa. Lelaki itu bisa dengan mudah berbuat sesuka hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Is This
Teen FictionKedatangannya kembali ke indonesia bukan tanpa alasan. Pertemuan antara dirinya dengan Sagar juga bukan tanpa alasan. Semuanya telah di takdirkan. "Sorry," Ujar Leona dan berniat untuk pergi. Namun, saat hendak beranjak dari sana. Sebuah tangan bes...