RED: Welcome
--"Akhir pekan ini kamu ikut? Masayu bilang, dia bosan melihatmu dari layar ponsel."
Pertanyaan itu lebih dulu kusambut dengan gelengan dan sebelum Papa mengomel aku menjelaskan, "Ada janji, tentang proyek rumah kaca itu, aku harus ke Pasque House."
"Renovasinya sudah dimulai?"
"Belum, Rave baru akan meninjau rumah kacanya sebelum mengajukan anggaran dan membuat kontrak kerja sama."
Aku memperhatikan perubahan wajah Papa, "Dia enggak mengajukan rencana anggarannya sekalian?"
"Rave menyusun daftar perbaikan yang mungkin harus dilakukan berdasarkan foto dokumentasi rumah kaca dari Pak Vido, tetapi untuk memastikan semua itu harus memeriksa keadaan secara langsung."
Papa menyipitkan mata, bahkan sampai melipat kedua tangan, tanda ia memasang perhatian. "Seperti apa orangnya?"
"Siapa?" tanyaku.
"Rave, kamu terdengar akrab menyebut namanya."
Yang benar saja? Aku memutar bola mata sebelum geleng kepala, "Dia memang lebih muda dariku, karenanya aku enggak memanggil dengan sapaan sopan seperti Bu atau Madam... dan kami enggak akrab."
Papa mengeluarkan ponsel, "Apa nama perusahaannya?"
"Plant & Flow."
Aku yakin Papa memeriksa perusahaan itu dengan ponselnya, cukup lama ia mengamati layar, menggulirkannya naik dan turun sebelum menatapku kembali, "Terlihat bagus, tapi belum ada proyek skala besar yang dia tangani sebelum ini."
"Proyek skala besar semacam apa? Dia konsultan pertanaman, dalam websitenya ada testimoni dari banyak pengusaha atau pejabat publik, mereka semua puas dengan sesi konsultasi dengan Rave terkait koleksi tanaman mahal atau langka."
"Kamu yakin itu sungguhan? Sekarang ini hal semacam itu bisa dibuat-buat, halaman websitenya bahkan baru beberapa bulan, media sosialnya memang cukup ramai, tetapi jasa jual-beli pengikut atau jasa robot untuk menyukai postingan cukup marak."
Aku tidak menggunakan media sosial, tetapi ikut memahami trend yang tercipta. "Dia punya kompetensi untuk melakukan renovasi, aku yakin itu."
"Kamu memang mudah diyakinkan selama ini."
Oh, come on... keluhku dalam hati sebelum balas bersedekap. "Rave memang meyakinkan, dalam delapan lembar berkas yang dia ajukan, semua sudah lengkap berikut timeline pengerjaan dan-"
"Lengkap? Dia enggak mengajukan rencana anggaran, itu poin terpenting ketika seseorang ingin menjalin kerja sama, kita perlu tahu berapa uang yang harus dikeluarkan."
Papa tidak akan mau mengalah dalam jenis perbebatan apapun, bahkan remeh temeh semacam ini. "Rave bisa saja menyusun anggaran berdasarkan foto yang ditunjukkan Pak Vido, menyusun kebutuhan perbaikan dengan itu, tapi tetap saja it's not the real one."
"Red, itulah sebabnya disebut rencana... membuat kita punya gambaran untuk-"
"Fine, you want to talk with her, right?" selaku cepat.
"Sure, I want to."
Sialan! Aku jadi terkesiap, "Papa, come one... aku bisa menangani persoalan ini sendiri."
"Ketika dia datang untuk mengajukan anggaran, Papa ingin bicara dengannya."
"Enggak bisa dipercaya," keluhku dengan kesal.
Pascal Pasque mengulas senyum yang menurutku terlihat mencurigakan, "Mmm... sekalian untuk memastikan, kalian enggak punya kemungkinan terlibat dalam kontrak istimewa."
KAMU SEDANG MEMBACA
LAVENDER ROSE (PUBLISHED by Karos Publisher)
ChickLit(Lima bab terakhir sudah diunpublished, sehubungan dengan kepentingan penerbitan) LAVENDER ROSE a first love story by Shaanis Setelah sepuluh tahun Rave Dihyan bertemu kembali dengan cinta pertamanya, namun sayang lelaki itu tidak mengingatnya. -- R...