RAVE: Amazing deal
--Aku tidak bisa merasa tenang, setiap kali Harits mengajak bicara, pikiranku terus teralihkan ke rumah megah di belakangku, memikirkan apa yang mungkin Purple katakan pada Red. Aku khawatir ia akan mengingatkan adiknya tentang siapa aku sebenarnya. Memang tidak ada hal yang salah dengan menjadi salah satu orang yang pernah ditolong Red, tapi tetap saja... aku gugup jika hubungan profesional kami berubah. Bagaimana jika dia jadi curiga padaku? Atau menganggapku orang aneh? Menjadi Rave Dihyan yang sekarang saja sudah cukup aneh, iya 'kan?
Oh, sial... kegugupan ini buruk untukku.
"Oke, gue akan mulai dengan persiapan bahan," kata Harits dan mengulurkan checklist kebutuhan, tertera sekalian jumlah pengajuan anggaran dari G&L Contractor.
Aku membaca sekilas dan menyimpannya ke tas, "Nanti aku bilang Hiza untuk transfer."
"Transfer? Ini pekerjaan dengan pembayaran di muka?"
"Skemanya nanti Hiza yang bilang, tapi intinya proyek ini udah aman."
Harits geleng kepala, "Gila, apa sih yang Hiza enggak bisa? Masukin Pasque House ke portofolio web tuh bangga banget rasanya, taksiran harga properti mereka gila-gila banget."
Benar, Hiza memang serba bisa dan jika bukan karena dia... kesempatan luar biasa ini mana mungkin aku dapatkan. Soal Pasque House juga, setelah proses pembersihan selesai, keindahan area halaman belakang ini mulai terlihat. Khairen tadi diberi tahu, bersamaan dengan proses renovasi taman dan rumah kaca, Purple akan memikirkan design baru untuk memperindah area kolam renang. Aku sungguh berharap topik itulah yang dibicarakan Red bersama kakaknya.
"Oh iya, weekend ini lo kosong enggak? Gue mau minta tolong nih," tanya Harits.
"Minta tolong apa?"
"Nyokap gue belum dapat aglaonema yang pictum apa gitu, gue enggak ngerti... makanya gue mau minta tolong lo buat nyariin."
"Oh, bilang aja mau berapa warna, jenis bibit, tunas atau berapa daun, nanti aku cariin."
"Bareng aja kita nyarinya."
Aku menatap Harits, "Gampang kok nyarinya, bilang aja ke Hiza, nanti—"
"Bilang ke Hiza?" tanya Harits lalu mengulurkan ponselnya, "Gue boleh dong, kontak lo langsung tanpa lewat dia."
"Ng, bisa sih, cuma aku tetap minta pertimbangan Hiza buat ngasih harga juga."
"Ini gue pengin transaksi di luar Plant&Flow, Rave... makanya cari barengan aja."
Ohh... aku baru paham, "Tapi weekend ini enggak bisa, Rits."
Harits mengacungkan ponselnya, "Ya udah, yang penting gue punya kontak lo."
"Oke deh," kataku, menerima ponselnya lalu mengetikkan nomor pribadiku.
"Oke, nanti gue chat ya," kata Harits saat menerima ponselnya kembali.
Keningku berkerut, "Aku beneran enggak bisa weekend ini, Rits."
"Iya, chat hal-hal lain atau ngatur waktu kapan bisanya... lagian, udah berapa kali kerja bareng, kita juga belum pernah keluar makan atau jalan."
"Hiza sibuk soalnya," kataku sebelum teralihkan karena mendapati Purple keluar dari pintu belakang dan melambaikan tangan, memintaku mendekat. "Eh, sebentar ya, Rits..." Aku langsung beranjak tanpa memastikan tanggapan Harits.
"Hai, karena udah hampir waktunya makan siang, kita makan bareng yuk," ajak Purple begitu aku berada dalam area dengarnya.
"O... oh, enggak usah, Kak... uhm, saya masih harus memastikan kerjaan dari jasa pembersihan terus dokumentasi juga, jadi—"
KAMU SEDANG MEMBACA
LAVENDER ROSE (PUBLISHED by Karos Publisher)
ChickLit(Lima bab terakhir sudah diunpublished, sehubungan dengan kepentingan penerbitan) LAVENDER ROSE a first love story by Shaanis Setelah sepuluh tahun Rave Dihyan bertemu kembali dengan cinta pertamanya, namun sayang lelaki itu tidak mengingatnya. -- R...