RAVE: Lunch

7.5K 1.9K 364
                                    

RAVE: Lunch
--

"Kamu yakin, makan siang ini bukan kencan?"

"Bukan!" tegasku saat Hiza menelepon hanya untuk menanyakan hal itu.

Sewaktu memberi tahu rencana meeting sambil makan siang bersama Red, wajah Hiza langsung tampak serius. Serius yang terasa begitu penuh kewaspadaan dan tidak langsung memberi izin. Sewaktu aku memberi tahu tentang beberapa perubahan plant design, perubahan yang membutuhkan konfirmasi dan persetujuan, barulah dia akhirnya mengangguk.

Aku pikir semuanya sudah jelas kemarin, tidak tahunya dia menelepon lagi untuk menanyakan hal semacam itu. Kencan katanya? Kalau memang bertujuan untuk kencan, Red seharusnya mengajak makan malam, bukan makan siang, pada hari kerja pula!

"Kamu tahu ketika seseorang mendekatimu? Kalau ada hal-hal yang aneh dan enggak tepat, hal seperti—"

"Come on! Aku dua puluh lima tahun, bukan dua belas tahun."

"Pengalaman cintamu enggak lebih baik dari anak usia dua belas tahun."

"Aa'!" omelku, ini penghinaan serius.

Hiza berdecak, "Dengarkan aku—"

"Aku tahu apa yang harus dilakukan dalam pekerjaan ini, okay? Pasque Green House adalah proyek yang enggak sabar ingin kupamerkan proses pengerjaan dan hasil akhirnya... aku berusaha keras untuk memastikan semua itu bisa dilakukan, sesegera mungkin!"

"Menurutmu proyek ini bisa selesai lebih cepat?"

"Mungkin, minimal seminggu ke depan cuacanya bagus... jika mendadak hujan badai akan merepotkan." Aku mengamati beberapa benih bunga juga tanaman yang kusiapkan, sekaligus mengingat proses penanaman rumput yang akan dilakukan.

"Oke, fine... bawa alat yang kuberikan waktu itu."

"Hiza..." keluhku, membawa-bawa semprotan merica memang tidak merepotkan tapi untuk apa mencurigai Red? Dia bahkan langsung memberi tahu lokasi dan nama restoran tempat kami akan makan siang. Open area, hygiene certification, dan tentu saja punya ratusan ulasan mengesankan dari para pengunjung di internet.

"Atau haruskah aku ikut? Jika pergi sekarang, aku akan sampai sebelum jam dua belas."

Sial! "Oke, fine, aku akan membawanya."

"Pastikan baterai ponselmu penuh dan jangan beralasan apapun untuk mematikannya."

"Ayah aja enggak segininya!" sindirku.

"You just don't know about that," balas Hiza kemudian menambahkan satu kalimat lagi, "Kabari aku ketika kamu sudah sampai restoran nanti."

Aku tidak tahan untuk menggerutu, "Enggak sekalian minta live location?"

"Ide bagus, nanti video call," ucap Hiza.

"Yaaaa!!!" teriakku dan ditanggapi dengan sambungan telepon yang diputus sepihak.

Menyebalkan!

***

Aku sengaja memakai setelan celana panjang agar memudahkan jika nanti harus menaiki motor, aku juga menyiapkan helm... memang hanya helm biasa tetapi seharusnya cukup aman untuk digunakan ketika berboncengan.

Hari ini Pasque House ditunggui oleh Pak Vido, aku mengobrol sebentar tentang jenis tanaman yang dipesannya sebelum beralih ke area pengerjaan rumah kaca. Tiga orang pekerja dari G&L Contractor tampak baru. Hiza bilang memang ada beberapa perubahan dan rasanya lega karena mereka terlihat lebih serius, sama sekali tidak bertanya tentang masalah Harits.

LAVENDER ROSE (PUBLISHED by Karos Publisher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang