RAVE: Misunderstanding

9K 2.1K 374
                                    

Hallo ... absen dulu yang kangen sama Rare Couple~
Terima kasih banyak sudah menunggu ... seperti biasa, bacanya pelan-pelan aja ya, bab ini lebih dari dua ribu kata, semoga kalian suka.
🕊️
•||•

RAVE: Misunderstanding
--

Ibu dan Tante Masayu benar-benar saling menegenal.

Setelah semua hal terkait tertangkapnya Harits diurus dan aku menyelesaikan sisa potongan rambutku, kenyataan tentang perkenalan mereka membuatku agak gugup. Ibu terlihat berbincang akrab dengan Tante Masayu, bahkan menyebut nama kepala perawat di Kusuma Wijaya Senior Living dan beberapa perkembangan layanan kesehatan.

"Kamu putri kandung Ibu Mayrose?" tanya Pak Pascal ketika aku selesai perawatan rambut.

Aku mengangguk, berdiri di samping kursinya. "Ya."

"Itu menjelaskan kenapa kamu dan Hiza tampak familiar."

"Saya dulu kerap mengunjungi Ibu Asoka, saya menyukai tanaman lavender, iris, dan peace lily yang ada di halaman rumah perawatannya."

Pak Pascal mengangguk, "Rasanya Mami memang pernah beberapa kali membicarakan anak perempuan yang suka memotret tanamannya."

"Saya suka buat kolase pertumbuhan tanaman, dari bibit sampai berbunga sempurna. Saya punya album khusus untuk memuat foto-foto tersebut." Aku tiba-tiba merasa antusias, lalu tersadar untuk lebih menahan diri. "M... maaf."

"Kenapa meminta maaf?"

"Oh, ng... kadang saya membicarakan sesuatu yang aneh bagi orang lain." Aku berusaha tidak terlihat gugup ketika hendak beralasan untuk menemui Ibu dan Tante Masayu di luar. "Maaf, saya—"

"Kamu sudah memberi tahu Red soal yang terjadi hari ini?" Pertanyaan itu menyela kalimatku, Pak Pascal mengendik ke kursi stool di depannya, "Duduklah."

Aku beralih duduk dan menjawab, "Belum... Red bilang ke Singapura untuk urusan penting."

"Dia harus mengunjungi kakeknya, dia memberi tahu hal itu?"

"Ya, dia juga kangen keluarga yang lainnya di sana."

Pak Pascal mengangguk-angguk, "Jadi, kamu enggak ingin memberi tahu, Red?"

"Mungkin akhir pekan nanti... Red bilang akan sibuk minggu ini, dia enggak tinggal di Pasque House karena harus mempersiapkan sesuatu."

"Banyak juga yang anak itu bicarakan denganmu."

"Eh..." aku gugup menanggapi hal itu, tapi rasanya mengangguk tidak ada salahnya. "Kami suka mengobrol, Red teman bicara yang menyenangkan."

"Padahal topik obrolan kalian bisa saja berbeda jauh, tanaman dan kumparan tembaga."

"Memang, tapi Red tahu banyak tentang penanganan tanaman, pengurusan rumah kaca, termasuk jaringan kelistrikan... he's awesome." Rasanya suaraku terdengar kelewat bangga tapi entah kenapa aku ingin memberi tahu hal ini. "Red juga sangat baik dan peduli, dia suka menolong orang."

Pak Pascal terlihat sedikit terkejut meski tidak lama kemudian tawa kecil terdengar darinya. "Ya, dia memang seperti itu, mirip dengan Masayu... padahal terkadang saya takut kalau kebaikannya akan disalah artikan oleh orang lain."

Kalimat itu membuatku terdiam sejenak, aku juga sering merasa takut salah mengartikan kebaikan seseorang. "Tetapi... dalam berbuat kebaikan, yang terpenting adalah ketulusannya, bagaimana orang lain nanti mengartikan, itu sudah diluar kuasanya."

"Apa?"

"Jika terus mengkhawatirkan respon orang lain, bisa jadi kita justru enggak melakukan kebaikan apapun." Aku harap kalimatku tidak terdengar aneh. "Memang akan ada sedikit kerepotan jika yang kita beri kebaikan mengharapkan lebih... tapi kita enggak bisa mengatur perasaan orang."

LAVENDER ROSE (PUBLISHED by Karos Publisher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang