RAVE: Another Lavender

7.7K 1.9K 351
                                    

RAVE: Another Lavender
--

"Kenapa dia memberimu kandang tupai?" tanya Hiza, raut wajahnya keheranan.

Aku mencoba menanggapi sebiasa mungkin, "Dia bilang itu untuk memudahkan aku," kataku lalu menyeruput kuah bakso yang gurih. Karena tidak jadi pergi untuk membeli kandang, akhirnya aku meminta Hiza untuk mentraktirku makan.

"Apa dia mencoba melakukan pendekatan padamu?"

Pertanyaan itu sukses membuatku tersedak kuah dan terbatuk, Hiza memandangku dengan kening berkerut. Aku menenangkan diri dan meraih gelas es milo yang masih utuh, meminum beberapa teguk untuk melegakan.

"Pertanyaan macam apa itu?" protesku.

"Pertanyaan yang menurutku lumayan masuk akal." Hiza menatapku yang sekali lagi meneguk minuman. "Emm... meski aneh juga, kalau dia sampai pendekatan padamu."

Straight, Hiza! Sekalipun apa yang dia katakan membuatku seperti tertampar, tapi memang benar... rasanya seperti anomali jika Red Pasque sampai menyukaiku.

"Dan justru akan mencurigakan."

Eh? Aku segera bertanya, "Apa maksudnya mencurigakan?"

"Ya mencurigakan, apa motifnya untuk mendekatimu?" ucap Hiza sebelum membuka saus sachetan dan menuangkan isinya ke mangkuk, "Atau... apakah dia mengingatmu?"

Pertanyaan itu membuatku gugup, "Mengingat?"

"Ya, soal sepuluh tahun yang lalu, dia orang yang menolongmu, 'kan?"

"You remember that?" tanyaku dengan kaget.

Sepuluh tahun yang lalu, sewaktu aku sadar kembali memang Hiza dan nenek yang menunggu di sisiku. Ketika aku bertanya tentang orang-orang yang mengantarku, nenek bilang mereka sudah lebih dulu pulang. Aku keluar dari rumah sakit enam hari kemudian dan mengetahui bahwa nenek Red sudah tidak dalam perawatan lagi.

Hiza mengangguk, "Kamu memenuhi history pencarian laptopku dengan nama Red Pasque selama tiga bulan kemudian."

Sial! Cikal bakal kebodohanku memang sudah tampak sejak lama, dan sebagai orang yang mendapatkan seluruh anugrah kecerdasan dari keluargaku, Hiza jelas tidak melewatkan hal-hal yang memang patut diperhatikan atau dicurigai.

"O...oh, hanya karena aku berusaha untuk berterima kasih, itu saja." Aku akhirnya mengucapkan alasan paling masuk akal.

"Aku dan nenek sudah berterima kasih dulu."

"Aku tahu, tapi... waktu itu pokoknya aku hanya ingin berterima kasih."

Hiza mengangguk-angguk dan mulai makan, "Jadi, dia mengingatmu?"

"Hah? Oh, enggak... dan karena hubungan kerja sama kami, aku enggak membicarakan tentang kejadian itu." Rasanya sedih harus mengakui bahwa itu merupakan pilihan terbaik yang aku ambil.

"Aku sebenarnya enggak percaya tentang cinta monyet, itu kekanakan... kamu juga sudah dewasa dan seharusnya bisa berpikir rasional. Red Pasque terlalu jauh dari radar."

"Ya, aku sadar diri kalau enggak cantik atau menarik." Aku merespon malas-malasan sambil memotong setiap bakso di mangkukku jadi dua bagian.

"Enggak semua lelaki tertarik karena tampilan fisik, Rave... pikiran rasional yang aku maksud juga bukan tentang itu, tapi lebih kepada apa yang akan kamu hadapi kalau bersama dengannya."

Aku memandang Hiza, "Apa yang akan aku hadapi?"

"Pertama keluarganya, lalu—"

"Tunggu, keluarga?" tanyaku menyela sebelum menggeleng, "Hiza, aku memang belum pernah pacaran tapi aku ngerti kalau orang pacaran enggak perlu melibatkan keluarga mereka."

LAVENDER ROSE (PUBLISHED by Karos Publisher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang