RAVE: First love
--Red memegangi tanganku, tatapan matanya tampak melembut dan ia tersenyum ketika membantuku menegakkan diri.
"Oh, you... lavender girl," katanya dengan suara rendah dan tenang, persis seperti ketika pertama kali aku mendengar panggilan itu darinya.
"H... hai, Red." Aku berusaha balas tersenyum, semanis mungkin, meski rasanya sulit karena jantungku kelewat heboh berdebar-debar. Telingaku pengang karena bunyi degub jantungku menyamai debuman bass disetel volume maksimal.
Ini gila, akhirnya aku—
"Permisi, maaf..."
Suara itu membuatku tersentak, otomatis bangkit dari duduk tanpa memperhitungkan keberadaan meja kaca di hadapanku yang langsung mengeluarkan bunyi benturan karena terdorong. Ouch! Lututku yang malang, tapi mustahil menyerukan kesakitan saat seperti ini, sebagai gantinya aku mengulas ringisan menyedihkan.
Front office berwajah cantik dan berpenampilan modis memberi tatapan yang sepertinya mengasihani. Aku memang pantas dikasihani, karena alih-alih mengambil sikap dengan pergi karena janji temu yang tidak ditepati, justru bertahan dan mengkhayalkan pertemuan tidak masuk akal.
"M... maaf," sahutku cepat sembari membetulkan kacamata, aku tidak minus tapi Hiza bilang penting untuk berpenampilan formal dalam pertemuan bisnis.
"Pak Red sedang dalam perjalanan dan beliau meminta saya untuk lebih dulu menjamu Ibu sembari menunggunya sampai."
"Uh, apakah lama? Maksudku dari tempatnya sampai ke sini?"
"Jika kemacetan sudah terurai, dua puluh menit paling lama."
Aku belum begitu lapar, "Saya akan menunggunya saja."
"Atau ada minuman yang Ibu inginkan, ice coffee or tea sebagai teman menunggu?"
"Uhm... milkshake ada? Vanila milkshake, pakai sirup karamel dan choco chips, kalau ada." Asupan gula selalu efektif membantuku berpikir dengan jernih.
Petugas tersenyum, mengangguk sebelum beranjak menjauh. Begitu yakin petugas front office tidak memperhatikan, aku kembali duduk untuk mengelus-elus lututku. Rasa nyerinya masih tertinggal, membuatku sadar harus pilih-pilih tempat melamun.
Setelah keadaan lututku membaik, aku mengambil kartu nama dari kantung kemeja, memandanginya.
Kurang lebih sudah sepuluh tahun sejak pertama kali aku bertemu dengan Red Pasque. Dahulu neneknya mendapat perawatan selama beberapa bulan di Wijaya Kusuma Senior Living, rumah perawatan khusus orang lanjut usia yang dikelola keluargaku. Papa yang sekarang memimpin pengelolaan sementara Hiza bekerja sebagai tangan kanannya.
Kejadiannya agak konyol waktu bertemu Red, aku kena sengatan lebah dan mengalami syok anaphylactic. Red dengan sigap dan tenang membantuku, memanggil dokter yang dapat memberiku suntikan pertolongan pertama. Ketika dalam perjalanan ke rumah sakit, aku berbaring di pangkuannya dan itu merupakan kenangan terbaikku tentangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAVENDER ROSE (PUBLISHED by Karos Publisher)
ChickLit(Lima bab terakhir sudah diunpublished, sehubungan dengan kepentingan penerbitan) LAVENDER ROSE a first love story by Shaanis Setelah sepuluh tahun Rave Dihyan bertemu kembali dengan cinta pertamanya, namun sayang lelaki itu tidak mengingatnya. -- R...