RED: Kusuma Wijaya Senior Living
--"Something bothered you?" tanya Uncle Zhao sembari duduk di sampingku.
"Uhm... a little bit," jawabku sebelum mengulas ringisan dan memasukkan kembali ponselku ke dalam saku. Rave belum membalas pesan yang aku kirimkan, meski kemungkinan besar saat ini ia tengah menikmati waktu bersama ibunya. Rave bilang mau ke mal untuk berbelanja.
Uncle Zhao menyodorkan ponselnya sambil tertawa, "Papamu bertingkah lagi, Red... Emerald harus mengecat ulang rambutnya."
"What?" sebutku sebelum memperhatikan keluhan yang Mera tulis di grup chat keluarga.
Adikku baru kemarin memamerkan rambut berwarna emerald, terlihat trendi sekaligus keren. Tapi tampaknya siang ini begitu bertemu Papa langsung mendapat protes keras dan dipaksa mengubah warna rambutnya kembali seperti semula.
"Bahkan Emerald saja enggak sanggup membuat Papamu mengalah soal ini." Uncle Zhao tertawa ketika menarik kembali ponselnya. "Ini jelas akan jadi hiburan untuk Opa nanti."
Aku memperhatikan raut senang pamanku dan merasa ada satu hal yang ganjil, "Kenapa Papa selalu sensitive begini soal rambut, Purp juga pernah menyebut diantara semua hal yang berani dia lakukan, mewarnai rambut bukan salah satunya."
"It refers to you mother, diantara banyak hal yang dahulu berubah dari ibumu selama menjadi sekretarisnya, rambut hitam Masayu adalah hal yang terus dipertahankan."
"Benar juga, Mama enggak pernah mengecat rambut."
Uncle Zhao tertawa, "Pernah sekali dan Papamu bertingkah konyol seperti yang dihadapi Mera sekarang, memaksanya untuk mengecat ulang seperti warna semula, it means a lot to him."
"Padahal rambut Mera enggak seperti rambut Mama, lebih mirip Papa dan Aunty Iris."
"Itu membuatnya jauh lebih berarti lagi, karena akhirnya gen keluarga Pasque terduplikasi utuh." Uncle Zhao memelankan tawanya. "Kalian semua bayi yang menawan, tetapi ketika Emerald lahir, itu seperti menggenapi keinginan Pascal soal Pasque's baby."
"Seandainya Mera seperti Purp, maka akan benar-benar sempurna."
"Itulah hebatnya Mamamu, dia juga gigih agar kalian tetap memiliki bagian dari dirinya... kalian bertiga sama sempurnanya sebagai anak-anak Pascal dan Masayu." Uncle Zhao mengatakan itu sembari telapak tangannya menepuk bahuku. "Lagipula, menghadapi satu lagi yang seperti Purple terdengar melelahkan, kita akan terlalu sering mendengar kata amazing."
Aku seketika tertawa, "Menghadapi duo amazing Pasque sudah cukup."
"Exactly." Uncle Zhao terkekeh sebelum kembali bertanya, "Tapi kamu pasti bisa menghadapi mereka, I know what bring you here."
"Aku kangen Opa dan kalian semua."
"There's another reason."
Memang sulit menutupi sesuatu dari Uncle Zhao, terkadang ia lebih peka dibanding Papa. Namun sebelum memberi tahu persoalanku, aku lebih senang memberi tahunya tentang Rave dulu. Jadi, aku mengeluarkan kembali ponselku dan menunjukkan foto kami berdua.
"What do you think?" tanyaku ketika mengulurkan ponsel tersebut.
Uncle Zhao menerimanya, terdiam sejenak lalu meraih kacamata di meja, mengamati Rave dengan serius sebelum justru balas bertanya. "Wah, bagaimana kalian bisa bertemu lagi?"
"Lagi?" ulangku.
"Ya, sepuluh tahun yang lalu di Bandung, kita menolongnya." Uncle Zhao meletakkan ponselku ke meja dan mengulang lagi pertanyaannya. "Bagaimana kalian bisa bertemu lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LAVENDER ROSE (PUBLISHED by Karos Publisher)
ChickLit(Lima bab terakhir sudah diunpublished, sehubungan dengan kepentingan penerbitan) LAVENDER ROSE a first love story by Shaanis Setelah sepuluh tahun Rave Dihyan bertemu kembali dengan cinta pertamanya, namun sayang lelaki itu tidak mengingatnya. -- R...