RAVE: Saved

7.1K 1.9K 385
                                    

RAVE: Saved
--

Sumpah, ibunya Harits pasti tipe wanita sosialita yang kelewat serius dalam mengurusi tanaman. Segala pakai pot keramik yang warnanya harus sesuai dengan corak daun, sudah enam toko perlengkapan pertanaman, dari yang di pinggiran kota sampai masuk mall, belum juga ketemu warna yang sesuai. Harits juga sepertinya sudah putus asa, terakhir dia mengajakku ke florist, membeli anggrek cantik sebagai permintaan maaf karena tidak bisa menemukan pot keramik yang sesuai.

Aku memilihkan jenis dendrobium. Secara fisik, anggrek dendrobium memiliki bunga yang berbentuk seperti baling – baling warna putih dan ungu. Batangnya tidak berkayu, berukuran kecil, berair, dan berwarna hijau. Daunnya menyirip, tumbuh memanjang, berwarna hijau mengkilat dan terlihat seperti berdaging dengan ujung daun meruncing. Anggrek dendrobium memiliki beberapa keunggulan, salah satunya adalah anggrek ini sangat rajin berbunga. Tidak hanya itu, bunga anggrek dendrobium juga dapat bertahan dua hingga empat minggu.

"Rave, aku beliin jus ya," kata Harits lalu menunjuk ke lemari pendingin tempat deretan jus kemasan tersedia.

Aku mengangguk karena haus, udara juga masih terasa panas meski sudah menjelang sore. Kami pergi bersama sejak makan siang, janjian di G&L Contractors, karena dia tidak bawa mobil makanya kami jalan pakai mobilku. Harits kaget tadi, karena aku bawa pick up.

"Hiza enggak ngasih lo make Subarunya atau gimana, Rave?" Begitu tadi dia bertanya waktu masuk ke mobilku.

"Aku yang enggak berani bawa, Rits."

Hiza punya dua mobil, Subaru silver metallic modifikasi dan Fortuner hitam yang juga dimodifikasi. Modifikasinya memang bukan jenis yang rumit, tapi tetap saja daya pacunya bertambah, dan ibu melarang aku berkendara sendirian dengan mobil Hiza. Ayah sebenarnya menawarkan Fortuner juga sebagai kendaraanku di Jakarta, tapi itu tidak praktis kalau aku perlu membawa muatan tanaman atau perlengkapan pertanaman, karena itu aku minta pick up. Hiza juga jarang meninggalkan mobilnya di Jakarta, jadi secara teknis aku memang tidak punya kendaraan selain pick up ini.

"Mbak, bunganya sudah siap," kata petugas sembari menyodorkan anggrek yang kupilih.

Aku mendekat untuk membawanya, "Terima kasih," kataku lalu keluar lebih dahulu untuk meletakkan pot anggrek tersebut di bak, bersama tanaman aglaonema yang dicari Harits untuk ibunya. Aku memastikan pot tanamnya masuk ke gabus penahan sebelum mengaitkan tali, supaya tidak bergeser dan berbenturan.

"Nih, Rave," kata Harits yang menyusul keluar, dia menyodorkan botol jus yang sudah terbuka.

Sebenarnya Hiza pernah berkata kalau aku dibelikan minuman oleh orang lain, jangan diterima kalau tutup botolnya sudah terbuka. Tapi Harits teman Hiza, dia juga tidak terlihat aneh atau punya niat macam-macam.

"Rave, hallo..." Harits sepertinya tidak sabar karena aku tetap diam.

"Eh, pakai dibukain segala tutupnya," kataku sambil menerima jus dingin tersebut.

"Basic manner kali, Rave," kata Harits sebelum dia sendiri membuka sebotol cola.

Aku meminum jusnya perlahan, dua tegukan sekadar untuk membasahi tenggorokanku yang kering. Setelah menutup jusnya, aku menunggu Harits selesai minum dan entah kenapa kepalaku mulai terasa pusing. Ketika sedang menstruasi kadang anemiaku kambuh, tapi ini sudah hari terakhir dan aku cukup makan tadi.

"Ugh..." ucapku dan meraba kening, rasanya berdenyut.

"Rave... oi," kata Harits sebelum mendekat dan menahan lenganku, "Wah, masuk dulu, biar gue yang nyetir deh."

Aku mengangguk dan dipapah beralih ke kursi penumpang. Usai memastikan aku duduk, Harits bergegas beralih ke balik kemudi. Aku mengeluarkan ponsel, rasanya pandanganku membayang dan tidak jelas kontak yang kutekan. "Rits... teleponin Hiza ya," kataku sebelum bersandar, rasanya pusing sekaligus sangat mengantuk.

LAVENDER ROSE (PUBLISHED by Karos Publisher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang