RED: Responsibility
--"Red, mau hujan, masukin aja helm motornya," kata Purp.
Aku kembali mendekati motorku dan mengambil helm, barang itu memang hadiah dari Purp setelah aku berhasil meyakinkan Mama untuk membiarkanku membeli Ducati Panigale terbaru. Itu jenis motor sport favoritku, kombinasi warna merah-hitamnya membuatku langsung jatuh cinta ketika versi demonya dirilis.
Ketika beranjak kembali ke pintu depan, Rave terlihat kebingungan di hadapan Purp yang justru tampak ceria, ada apa? Aku bergegas mendekati mereka.
"Purp... is everything alright?" tanyaku, wajah bingung Rave cukup ketara.
Purp mengangguk, "Ayo masuk, Rave... Red bisa menemanimu dulu ke belakang."
"O... oh, baik," kata Rave dan mengikuti langkah Purp dengan raut tegang.
"Aku pakai perpustakaan bawah," kata Purp lalu berbelok menuju ruangan tersebut.
Aku memperhatikannya berlalu sebelum mendekati Rave, "Apa Purp mengatakan sesuatu yang menyebalkan?"
"Hah? Oh... enggak." Rave geleng-geleng kepala.
"Dia mengatakan sesuatu tentang harus amazing atau sebagainya?" tanyaku lagi.
"Enggak... aku memang selalu gugup bertemu orang baru, apalagi yang secantik kakakmu." Rave kemudian mengulas senyum dan menunjuk koridor menuju halaman belakang, "Aku tahu jalannya, enggak perlu diantar sampai sana."
"Oh, oke, nanti kita ngobrol lagi..." kataku, ingin tahu tentang anak-anak Rare.
"Oke," jawab Rave sebelum menjauh.
Aku meletakkan helmku lalu beralih menuju ruang perpustakaan bawah, melihat Purp memeriksa katalog terbaru Pasque Techno. Dia meletakkan katalognya sebelum beralih menunjuk kursi sofa, tandanya dia ingin mengobrol santai.
"Idemu soal kursi roda khusus DMD itu sebenarnya bagus, tapi pasarnya agak sulit."
"Kurang lebih ada sekitar seratus lima puluh ribu kasus, Purp."
"Ya, tapi dibandingkan dengan jumlah penduduk global, itu masih disebut kasus langka, presentasenya bahkan tidak lebih dari 20 persen dari seratus ribu kelahiran hidup." Purp kemudian menambahkan dengan suara meyakinkan, "Pada laki-laki, prevalensi* DMD diperkirakan berkisar antara 0,1–1,8 per 10.000 individu, itu bukan angka yang besar."
Memang benar jika perbandingannya begitu, "So, basicly you want me to stop?"
"Of course not, I know how to make your product amazing."
"Dan?" tanyaku, Purp tidak pernah melakukan sesuatu tanpa mendapatkan keuntungan.
"Mama menegurku tentang ide perjodohan."
Rasanya lega mendengar itu. "Perjodohan itu memang ide konyol."
"It's an amazing idea, Red... aku selalu berhasil melakukan segalanya ketika memikirkan Rey."
"Menurutmu begitu?" tanyaku sambil mengeluarkan ponsel, memeriksa chat masuk.
"Uhm, sejujurnya karena memikirkan Papa juga... he's getting so old, right?"
"And healthy, and amazing, thank's God."
Purple menggumamkan ucapan syukur yang sama, meski kemudian melanjutkan desakannya, "Tapi tetap saja Papa butuh didukung... sama sepertiku yang juga membutuhkan dukungan."
Aku memutuskan meletakkan ponselku dulu, "What do you mean?"
"Mama bilang bahwa kita bisa menjadi hebat dalam cara yang kita pilih sendiri, itu ada benarnya, tapi dalam cara apapun itu seharusnya ada tahapan hebat yang membuatmu juga bisa mendukung kami, sebagaimana kami selalu mendukungmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
LAVENDER ROSE (PUBLISHED by Karos Publisher)
ChickLit(Lima bab terakhir sudah diunpublished, sehubungan dengan kepentingan penerbitan) LAVENDER ROSE a first love story by Shaanis Setelah sepuluh tahun Rave Dihyan bertemu kembali dengan cinta pertamanya, namun sayang lelaki itu tidak mengingatnya. -- R...