RED: Contract
--"Kamu yakin dia florikultur sungguhan? Kamu memeriksa sertifikat atau dokumen tanda keahliannya?" Papa bertanya sambil berbisik-bisik.
Aku melirik Rave yang sedang membuat salinan dokumen di ruang sekretaris, Pak Edwin mendampinginya.
"Red," desak Papa.
"Dia florikultur sungguhan, aku memeriksa websitenya dan Rave benar-benar punya pengalaman di bidang ini, ada portofolio pekerjaannya."
"Kamu yakin dia bukan sekadar petugas magang di Plant & Flow itu?"
Aku geleng kepala, "Dia person in charge Plant & Flow ... apa sebenarnya masalah Papa sampai meragukannya begitu."
"Lihat penampilannya," sebut Papa.
"Memangnya harus seperti apa penampilan seorang florikultur? Rok span dengan kemeja ketat dan dua kancing teratas yang terbuka?"
"Red Pasque," tegur Papa, karena aku sengaja meniru nada bicara Mama.
Aku kembali menggelengkan kepala, "Enggak ada yang salah dengan penampilan Rave."
"Fine... setidaknya dengan begini Papa tenang."
Aku begitu saja memahami maksud kalimat itu, Papa pasti berpikir aku tidak akan tertarik pada Rave karena penampilannya. Tapi bagiku... setelah setiap hari menjumpai perempuan modis dengan penampilan dan dandanan yang terjaga, melihat Rave serasa pemandangan baru. Dia terlihat nyaman mengenakan sepatu sneaker, terusan sepanjang mata kaki dipadu oversized jas katun. Memang itu bukan penampilan yang bisa disebut formal, perpaduannya juga tidak biasa, namun di mataku Rave terlihat rapi, juga bersih.
"Maaf, membuat menunggu..." ucap Rave ketika Pak Edwin kembali mengantarnya masuk ke ruangan Papa.
Aku mengangguk, "It's okay... silakan duduk."
Rave duduk di sofa dua dudukan yang berhadapan denganku dan Papa, menyodorkan dua bendel proposal pengajuan anggaran. Dua-duanya memiliki ketebalan, warna sampul dan diberi penjepit yang sama. Aku bukan orang yang kaku terhadap keserasian, tapi Papa begitu dan sejujurnya aku lega karena Rave didampingi Pak Edwin, ia pasti diberi tahu.
Papa mengambil versi original, sedangkan salinannya diberikan padaku.
"Sebelumnya, Rave... perubahan apa saja yang ingin kamu tonjolkan dalam renovasi ini?" tanya Papa sembari memperhatikan penjelasan di halaman pertama.
"Re— oh, maksud saya, Pak Red berkata bahwa secara fisik enggak ada hal yang perlu diubah dari rumah kacanya, sehingga saya ingin fokus dengan area taman di depannya. Petak tanaman yang ada di sana, saya ingin meninggikannya sekitar tiga puluh lima sampai empat puluh senti dari permukaan tanah."
"Kenapa harus begitu?" pertanyaan Papa sama dengan yang muncul di benakku.
Rave kemudian mengeluarkan komputer tabletnya, menunjukkan design taman yang dimaksudkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAVENDER ROSE (PUBLISHED by Karos Publisher)
ChickLit(Lima bab terakhir sudah diunpublished, sehubungan dengan kepentingan penerbitan) LAVENDER ROSE a first love story by Shaanis Setelah sepuluh tahun Rave Dihyan bertemu kembali dengan cinta pertamanya, namun sayang lelaki itu tidak mengingatnya. -- R...