RAVE: GreenHouse
--Urban Garden Event tahun ini terlihat lebih sepi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sudah dua hari aku membuka booth tapi yang berkunjung dan meminta konsultasi hanya hitungan jari, masih lebih ramai booth penjual kaktus dan sukulen setengah hidup di seberangku. Terkadang aku gatal ingin memberi tahu bahwa sekalipun sebagian besar kaktus tergolong tanaman tropis, tetap ada jenis yang harus memperhatikan tingkat kelembaban dalam perawatannya. Aku beberapa kali menahan ringisan mendengar pegawai berseloroh bahwa kaktus dan sukulen sangat mudah dirawat. Siram saja saat sempat, begitu katanya.
Mereka juga menawarkan alat penyemprot, padahal seharusnya jadi pengetahuan umum bahwa metode gerimis bisa membuat akar rapuh dan daun berjamur. Cara menyiram yang benar adalah menuang langsung ke area tanah hingga air keluar dari lubang drainase atau dengan cara merendam pot hingga air meresap dan bagian atas tanahnya basah. Jenis air penyiram juga, seharusnya mereka menganjurkan untuk menampung air hujan, itu lebih kaya mineral untuk tanaman dibanding air keran. Untuk sukulen, air hujan dalam keadaan hangat adalah pilihan terbaik.
Tuh! Baru masalah penyiraman saja sudah banyak yang harus diperhatikan, belum persoalan cahaya, suhu, pupuk sampai penanganan hama. Jangan dikira, karena tanaman kecil dan berduri terus hama tidak berminat, ada takaran alkohol isopropyl yang harus diperhatikan saat mengurus hal itu.
Seandainya satu dari lima pembeli sukulen atau kaktus di booth seberang itu berminat memperkaya pengetahuan bertanam mereka, atau setidaknya mau lebih serius dalam merawat tanaman, mereka tinggal membayar lima puluh ribu dan selama empat puluh menit aku akan menjelaskan tata caranya. Aku bahkan berani memberi jaminan keberhasilan perawatan.
Hufftt... kuhela napas panjang, besok adalah hari terakhir Urban Garden Event dan hasil yang kudapatkan sejauh ini bahkan belum sebanding dengan sewa booth yang kubayarkan kemarin. Aku harus mencari klien baru, bagaimana pun caranya. Setidaknya modalku harus kembali.
Aku menggeser stand banner dan menggantungkan papan kertas bertuliskan 'REST'. Aku bekerja sendiri sehingga jika harus menjelajah, mau tidak mau harus mengosongkan booth. Tetangga boothku menjual alat pertanaman, mereka juga tidak terlalu ramai.
"Kak, titip sebentar ya," kataku pada pemilik booth.
"Iya, nanti kalau ada yang datang tinggal kasih brosur dan kartu nama itu, 'kan?" Ia menunjuk ke brosur dan kartu nama yang memang kusediakan di meja.
Aku mengangguk, "Yup!"
Plant & Flow milikku ini memang masih tergolong baru, website resminya dipublikasikan delapan bulan yang lalu. Setelah lulus kuliah, aku lebih banyak bekerja sebagai relawan, perwakilan dari Asosiasi Bunga Indonesia. Aku membantu para petani bunga di Yogyakarta dan Sukabumi untuk mengembangkan varietas atau mengenalkan metode penanaman yang lebih tepat. Itu pekerjaan yang menyenangkan, tetapi tidak menghasilkan, uang bulananku nyaris selalu habis.
Orang tuaku memang tidak memprotes, bagi mereka, aku bekerja dan tidak bekerja akan sama saja... mereka tetap memberiku uang saku. Tetapi Hiza kesal melihat kelakuanku, menurutnya aku tidak berkembang, aku tidak terlihat memiliki potensi sebagai lulusan terbaik di jurusanku. Dia yang memintaku memikirkan ide bisnis, dia juga yang menjadi pemodalku, meski sampai detik ini aku belum bisa melaporkan keuntungan apapun. Menyedihkan memang.
Kadang aku juga heran kenapa kakakku yang begitu luar biasa, penuh percaya diri, punya deretan raihan kesuksesan, harus punya adik macam aku yang hobinya melamun, tidak pandai bergaul, satu-satunya hal yang membuatku bisa mengobrol dengan seseorang adalah seputar tanaman.
Hiza dua tahun lebih tua dariku, saat SMA kami satu sekolah, aku masuk kelas satu dan dia kelas tiga. Hiza selalu jadi pusat perhatian, bintang lapangan sepak bola, bahkan ketua OSIS. Orang langsung curiga aku adik tiri atau adik angkat saat kami bersama. Satu kali aku bahkan dikira sebagai penggemar tidak tahu diri karena mengantarkan sepatu olah raganya ke kelas. Itu benar-benar kejadian tidak terlupakan di masa sekolahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAVENDER ROSE (PUBLISHED by Karos Publisher)
Chick-Lit(Lima bab terakhir sudah diunpublished, sehubungan dengan kepentingan penerbitan) LAVENDER ROSE a first love story by Shaanis Setelah sepuluh tahun Rave Dihyan bertemu kembali dengan cinta pertamanya, namun sayang lelaki itu tidak mengingatnya. -- R...