RED: Serious

7.6K 1.9K 343
                                    

RED: Serious
--

Jika Rave menolak ajakan makan siangku, aku dapat memahaminya. Tetapi dia seperti mematung di hadapanku dan aku justru khawatir, dia bakal merasa takut atau curiga.

"Rave, jika menurutmu ajakan saya terlalu—"

"A... aku saja yang bicara dengan Hiza," kata Rave menyelaku.

Aku agak terkejut mendengarnya, "Kenapa?"

"Dia agak konyol, eh, maksudku... kadang Hiza agak kurang masuk akal, berpikir macam-macam, padahal hanya sekadar makan siang saja."

"Bagaimana jika bukan sekadar makan siang?" Aku seharusnya sadar untuk lebih berhati-hati mengingat apa yang belum lama Rave alami, tetapi terlalu banyak berbasa-basi juga bukan gayaku. Aku sebaiknya melakukan pendekatan yang perlahan, jangan sampai membuat Rave tidak nyaman, terlebih merasa curiga terhadap perubahan sikapku.

"Oh, apakah aku harus membawa plant design sekalian? Aku memang membuat beberapa revisi," ucap Rave dengan tatapan penuh semangat.

Hah? Aku agak melongo mendengarnya, tapi berkat itu menjadi mengerti, pendekatan kali ini memang berbeda. Rave tidak sama dengan para perempuan yang biasanya ada di sekitarku, yang menghubungkan kami juga masih merupakan hal-hal terkait rumah kaca.

"Ya, kita bisa membahasnya sekalian," jawabku sambil mengangguk.

Rave tersenyum, tampak senang sebelum mengulurkan kotak sandwich kedua, "Coba yang ini juga, walau aku suka makanan manis tapi Hiza tetap membuat krimnya plain, supaya rasa strawberrynya enggak tertutupi."

Aku mengambil satu dan mencicipi, rasanya persis seperti yang Rave ucapkan, tidak terlalu manis dan terasa segar karena potongan buah strawberry. "Kalian berdua dekat?"

"Uhm... aku tahu kalau Hiza peduli dan berusaha menjagaku, tapi sebenarnya aku ingin bisa segera mandiri agar enggak lebih banyak merepotkannya," ucap Rave lalu menghabiskan sisa sandwich di tangannya. "Setiap kali merepotkannya, aku merasa bersalah."

"Karena khawatir bahwa itu akan menghambat atau justru merusak rencana yang sudah lebih dahulu Hiza miliki?" tanyaku, karena belakangan ini merasakan hal itu terhadap Purp.

Rave mengangguk, "Benar, aku khawatir jika membantuku membuatnya harus kehilangan kesempatan-kesempatan bagus untuk masa depannya sendiri."

"Apa mungkin itu merupakan jenis keresahan bagi anak kedua? Saya merasakannya juga."

"Mustahil kamu memiliki keresahan yang sama."

"Kenapa mustahil?"

"Karena kalian terlihat hebat."

"Sebenarnya hanya Papa dan Purp yang hebat... pekerjaan saya di Pasque Techno bukan seperti mereka yang menangani klien, membuat kesepakatan besar, berpartisipasi dalam berbagai acara pameran alat kesehatan internasional. Saya baru menyelesaikan sebuah proyek, kursi roda."

"Ah, DMD Power-Wheelchairs," ucap Rave.

Aku terkejut karena Rave tahu, "How do you know about that?"

"Aku lihat waktu ke ruang kerjamu dulu, ada banyak sekali makalah tentang distrofi otot Duchenne... kamu membuat kursi roda yang disesuaikan dengan tingkat keparahan penderita?"

Aku tahu bahwa pengamatan Rave memang bagus, tetapi rasanya tetap tidak menyangka dia tertarik dan memperhatikan apa yang kukerjakan, "Ya, ada tahapan perlemahan otot yang pasien alami dan kursi roda buatan saya dapat disesuaikan agar pasien lebih mudah bermobilisasi."

"Bentuk kursi rodanya terlihat lebih kecil dibanding ukuran pada umumnya."

"Memang, karena biasanya pasien mulai membutuhkan kursi roda sejak masa remaja, saat otot kaki mereka dinyatakan mengalami perlemahan."

LAVENDER ROSE (PUBLISHED by Karos Publisher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang