Rumor Girl
By : Yoora KinKarina terus menatap pemuda sipit di sampingnya yang tengah fokus menyetir. Sesekali melirik ke kursi belakang tempat Winter berada. Dia sedang bersenang-senang dengan Winter ketika Jeno tiba-tiba muncul dan menyeretnya ikut dengan pemuda sipit itu.
Jeno tiba-tiba menghentikan mobilnya dan menatap Winter dengan ekspresi seriusnya. Pemuda yang dinyatakan sebagai rival nya itu bahkan kini menggenggam erat tangan gadis itu. Jujur, Karina terkejut dengan perlakuan Jeno. Hei, apa mereka lupa dengan orang lain di mobil itu. Winter setia menjadi penonton adegan drama dua makhluk dengan gengsi setinggi Sungchan.
"Apa pun yang terjadi disana. Lo harus kuat ! And remember, I'm always by your side", ucap Jeno sangat serius sebelum kembali melajukan mobilnya.
"Are you okay ? nggak lagi kesurupan kan ? atau lo ngeprank ?", tanya Karina heran dengan sikap Jeno.
"Ekhem...", Karina menoleh ke kursi belakang dan mendapati wajah menyebalkan Winter yang sedang menggodanya. Boleh Karina menendang wajahnya ?
Mobil itu berhenti di depan rumah sakit. Sedetik kemudian rasa sesak menderu memukul dada Karina. Dia langsung memahami maksud Jeno. Tanpa banyak bertanya dia bergegas turun dari mobil dan berlari ke dalam.
Kakinya lemas kehilangan kekuatannya. Tidak ada ekspresi apapun. Namun matanya memanas dan cairan bening itu tak terbendung keluar begitu saja mendapati sang Kakak yang menangis di samping tubuh kaku sang Ibu. Tubuhnya tumbang. Untung saja Jeno sudah siap menahan tubuh ramping itu.
Jeno membawa gadis itu ke pelukannya berharap bisa mengambil sebagian kesedihan Karina. Sedetik kemudian tangisnya pecah dalam dekapan pemuda sipit itu. Tangannya meremas kuat jaket yang dipakai Jeno.
Sebesar apapun luka yang diterimanya dari Ibunya namun tidak mengubah fakta wanita itu yang melahirkannya. Dirinya sangat haus kasih sayang Ibunya. Selalu menunggu Ibunya ketika dia ditinggalkan. Selalu menatap Ibunya dari kejauhan saat dia diacuhkan. Dan selalu menunggu mata yang terpejam itu kembali terbuka. Tapi kini rasanya sia-sia. Ibunya sudah pergi. Mengapa dia tidak pernah diberi kesempatan untuk berbahagia ? salahkan dia menginginkan pelukan hangat Ibunya ?
Di belakang mereka ada yang terdiam menatap mereka tanpa ekspresi. Kedua kakak-beradik yang menangis pedih kehilangan sang Ibu. Bibirnya bergerak dan bergumam pelan. Tidak ada yang dapat mendengar perkataannya.
"Bukan. Bukan begini ! terlalu banyak... keterlaluan. Mereka keterlaluan"
.
.
.
.
.
.
.
.Tatapan kosong dengan air mata yang seakan tidak ada habisnya. Tidak ada lagi suara tangis hanya ekspresi kosong berderai air mata bagai jiwa mereka ikut pergi bersama orang terkasih mereka.
Menyesal ? Tentu. Banyak yang mereka sesali. Banyak hal yang ingin mereka perbaiki. Bisakah waktu diputar kembali ? Tolong seseorang beritahu caranya !
Matanya menatap jam tangan usang yang selalu setia melingkar di pergelangan tangannya. Jam itu bahkan sudah lama berhenti. Dia sudah sering memperbaiki jam itu tapi selalu saja rusak. Membeli yang baru ? Dia tidak pernah berniat.
Jam tangan. Karina tersenyum senang setelah membuka kotak pink yang diberikan Kakaknya.
"Dari Mama. Hah, dia membelinya tapi tidak berani memberikannya. Hah... sampai kapan gue harus menjadi kurir kalian huh ?", protes Taeyong.
Yah itu hadiah pertama dari sang Ibu.
Pikirannya terus dihampiri hal-hal singkat namun sangat berarti untuknya. Momen singkat ketika dirinya bisa merasakan kehangat Ibunya. Momen ketika dia mendapat pelukan hangat pertama dari Ibunya, candaan pertama dengan Ibunya, dan setiap kenangan yang sangat singkat hingga waktu sangat kejam mengambil lagi Ibunya.
"Padahal dia berjanji akan terus disamping gue bahkan ketika gue nikah dia tetap akan terus menempel seperti parasit", ucapnya lirih.
"Hmmm... benar. Dia bahkan terus mengatakan persyaratan wanita yang akan dia terima menjadi menantunya", ucap Taeyong menanggapi perkataan sang adik.
Benar semuanya tinggal angan-angan. Kedua kakak beradik itu duduk berdampingan di samping makam sang Ibu.
"Ck, she's liar ! dia bahkan membuat desain gaun pernikahan gue tapi malah pergi sebelum menyelesaikannya"
"Benar, si pembohong ulung ! gue kangen omelan dan sikap tsundere nya"
"Hahhh padahal hutang ke gue belum lunas malah kabur"
Keduanya menghabiskan waktu dengan mencibir sang Ibu. Tapi bukan itu maksud mereka. Kedua kakak-beradik itu hanya sedang berusaha menghibur diri. Begitulah mereka ! cara mereka mengekspresikan rasa kehilangan mereka.
Mereka kembali ke rumah setelah langit gelap. Keduanya memasuki rumah dengan tenang. Yah, mereka bahkan tidak punya kerabat untuk ikut berduka dengan mereka. Teman-teman mereka sudah cukup mendampingi sampai pemakaman tadi. Namun malah kehadiran seseorang di kediamam mereka yang kembali menabur garam di luka lama yang tidak pernah sembuh.
Kilat amarah mendominasi tatapan si sulung. Tangannya mengepal dan sesegera mungkin menghadiahi sebuah pukulan. Pria-pria yang mengawasi di sekitar mereka bergegas memisahkan Taeyong dari orang itu.
"Untuk apa anda kemari ? untuk mengejek kami ? begitu ?", tanya Karina sinis. Sorot matanya tajam menebar kebencian langsung ke pria dewasa bertubuh tegap dengan setelan jas yang sudah berantakan akibat terjangan Taeyong.
"Saatnya kalian kembali ke rumah. Tidak ada lagi yang menjadi alasan untuk terus melarikan diri"
Prok... prok...
Taeyong melepaskan diri dari orang-orang yang menahannya dan tiba-tiba saja bertepuk tangan dia bahkan tertawa seperti orang tak waras.
"Tuan Kim yang terhormat. Anda benar-benar luar biasa ! wanita yang kau rusak hidupnya bahkan belum genap sehari meninggal. Tubuhnya bahkan masih utuh di dalam tanah dan anda sudah bertingkah. Luar biasa ! tidak ada yang bisa menandingimu"
Taeyong mendekati sang adik dan menyeret gadis itu memasuki rumahnya.
"Jangan pernah berpikir untuk mengendalikan kami !", ucapnya sebelum masuk dan mengunci pintu dari dalam. Dia bahkan langsung menghubungi polisi untuk membuat orang-orang di depan rumahnya pergi.
"Ayo berkemas ! kita harus segera pergi. Si tua itu tidak akan menyerah begitu saja. Bawa barang yang penting saja !", intruksi si sulung begitu memastikan orang-orang itu telah pergi.
"Sekolah gue gimana ?"
Taeyong yang tadinya sedang mengeluarkan barang-barang dari lemari menoleh menatap sang adik. Dia menghampirinya dan memegang bahu Karina.
"Lo akan tetap sekolah. Tapi kita harus pergi untuk sementara. Gue akan mintol Mark-Jeno soal sekolah lo"
Malam itu keduanya benar-benar pergi meninggalkan rumah sederhana itu. Karina menoleh ke belakang setelah motor Kakaknya mulai melaju. Rumah itu menyimpan banyak kenangan untuknya dan juga keluarga kecil itu.
"I will miss you, Mom !"
.
.
.
.
.
.
.
.
.tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumor Girl | JenoxKarina
Fiksi Penggemar"Aku tidak peduli pikiran orang lain tentangku. Tapi aku peduli apa yang kau pikirkan tentangku",-Karina Kim