Bab 39 - Ketahuan!

287 13 1
                                    

Waktu dulu aku sangat menyukai hari minggu, karena hari minggu, hari yang paling aku senangi untuk belibur. Tapi sayangnya tidak dengan sekarang, hari minggu dimana dulu aku selalu berlibur melihat keindahan alam, malah sekarang harus melihat keromantisan maduku dengan suamiku.

“Baik-baik di dalam perut umma ya sayang, abi nggak sabar kamu datang didunia ini” ucap Abbas sambil mengelus-elus perut buncit Almeera

Melihat keromantisan mereka berdua di ruang televisi aku hanya tersenyum sekelebat, sambil berjalan keluar membawa kantuk plastik berisi sampah untuk di buang.

Semenjak kehadiran Almeera rumah ini sangat tertutup, halaman rumahpun tidak ada yang mengurus dan gerbang rumah selalu tekunci rapat_karena Mas Abbas selalu melarangku untuk keluar rumah lama, kalau bukan membuang sampah sebentar mungkin aku nggak akan bisa menghirup udara luar.

Setelah membuang sampah, aku kembali masuk menutup gerbang dengan rapat. Dalam batinku, dengan langkah kaki pelan. Berkata? Kapan ya, aku menghirup udara bebas dan merasakan kebahagiaan tanpa ada yang menyakiti.

Kapan Ya Allah kapan??
Aku terlalu mementingkan perasaan oranglain di timbang diriku sendiri, makin sekarang diriku terasa sangat hancur harus menahan rasa sakit.

Tepat aku memasuki ruang tamu Mas Abbas sedang berdiri dengan gaya kedua tangan ia masuki kedalam saku celananya.

“Abis dari mana?” tanya Mas Abbas membuat langkahku terlehenti

Aku mendegus pelan. “Buang sampah” jawabku

Abbas menghela napas sejenak. “Almeera kepingin buah tolong kamu sediakan, saya tunggu diruang tv” perintahnya lantas menuju Almeera diruang tv yang sedang duduk bersandar.

Aku menuruti perintahnya. Berjalan menuju dapur untuk mengambil buah-buahan di dalam kulkas, seperti apel, anggur, jeruk, pier, mangga. lalu aku potong-potong berbentuk dadu.

“Duqtu walalan atakhola... ‘An milãdil mabrus. Sajjil tãri khoujudi... Min ba‘di hayatil burr..”

Abbas tengan duduk disebuah sofa bersama Almeera yang sedang bersandar dibahu milik Abbas. Abbas terus melantunan solawatan sambil mengusap perut bunci Almeera yang semakin besar, membuat Almeera wanita paling Abbas cintai tersenyum bahagia.

“Duqtu walalan atakhola... ‘An milãdil mabrus. Sajjil tãri khoujudi... Min ba‘di hayatil burr...”

“Hinal qur’anu tajalla.. Shulthõnunnafsi tawalla”

Ternyata Mas Abbas mempunyai suara begitu merdua, sangat adam untuk didengar ditelingaku.

“Apa-apaan ini?”

Suara terdengar sangat menggagetkan, membuat Abbas kontan terkejut dari posisi duduknya disebelah Almeera.

“Abi, umi” sepasang bola mata Abbas menatap kedua orang tuanya.

Abbas dan Almeera lantas berdiri, saling terdiam sejenak dari posisinya. Kenapa kedua orangtua Abbas sudah berada dihadapan mereka berdua, apa yang mereka lihat saat ini?

“Siapa wanita ini Abbas? Kenapa kamu telihat begitu romantis!” bentakan Zaenal membuat Abbas menarik napas dalam

Satu tegukan saliva Abbas mengalir gitu aja, terasa badan tiba-tiba panas dingin dan juga Almeera hanya diam menunduk tidak berani menatap kedepan.

Marry A MujahidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang