AKU terbangun dari tidurku karena aku merasa seseorang memelukku erat, perlahan aku membuka mata dan tak aku sangka malam ini yang biasanya tempat tidur kami pembatas guling di tengahnya. Sekarang malah aku yang di jadikan guling, oleh Mas Abbas membuat aku mengernyit bingung.
Sepertinya sekarang ini, aku sungguh tak percaya bahwa pria yang sedang tidur sambil memelukku adalah suamiku. Rasanya belum lama ia dingin denganku, sekarang memberi sebuah kehangatan bagiku.
Apa pun masalahnya. Tidak mungkin rasa sayang aku hilang begitu cepat, dan intinya aku tetap menyayangimu. Entah, bagaimana pun rasa kasih sayangmu untuk wanita lain bukan untukku.
Bahu tanganku seraya periksa kedua pipi Mas Abbas saling bergantian dengan keadaan suhu yang masih terasa panas. Tangan kanan Mas Abbas yang memeluk tubuhku, perlahan aku lepaskan, karena aku ingin kembali membasahi handuk kompresan yang sudah kering.
Aku meremas kain handuk yang sudah di celupkan ke dalam air kemudian aku letakan di dahi Mas Abbas. “Cepat sembuh ya Mas, aku sayang banget sama kamu” aku membelai pucuk kepala Mas Abbas
Di karena kan jam menujukan pukul 03:00 WIB, aku pun bergegas menuju kamar mandi, berniat mengambil air wudhu untuk melaksanakan salat sunah tahajud. Air wudhu membasahi wajahku. Kejernihan air dan juga sejuknya membuat pikiran lebih baik dari sebelumnya.
Selesai mengambil air wudhu, kakiku melangkah keluar kamar mandi berjalan mengambil perlengkapan salat. Aku memakai mungkena dan membentangkan sajadah, barulah memulai salat.
***
Lima belas menit bergulat dengan seisi dapur akhirnya aku berhasil menyelesaikan masakanku walaupun hanya sekedar sebuah nasi goreng untukku dan semangkuk bubur untuk Mas Abbas. Selesai masak aku menuju kamar membawa nampan berisi bubur ayam, segelas air, dan obat penurun panas.
“Mas Abbas sudah bangun belum ya” tanyaku pelan
Aku memutar knop pintu kamar hingga pintu itu terbuka dengan lebar. Ternyata oh ternyata di atas tempat tidur tidak ada sosok suamiku. Buru-buru aku meletakan nampan di atas nakas, mencoba periksa ke dalam kamar mandi.
“Mas” panggilku
Tak lama lagi aku terkejut, ternyata Mas Abbas sudah berada di belakangku.
“Mas abis dari mana?” tanyaku
“Abis dari mobil, cari dompet, kamu lihat dompet saya nggak” jawab Mas Abbas
“Nggak Mas, di saku baju sama celana kamu juga nggak ada” balasku
Mas Abbas mengaruk tengku kepalanya. “Ke mana ya?”
“Emang Mas taruh mana”
“Mana saya tau, kalau saya tau ya nggak mungkin saya nanya kamu”
Aku menyengir cengengesan. “Iya juga ya Mas aku lupa” jeda selanjutnya. “Iya sudah Mas nanti aku bantu cari, sekarang Mas Abbas sarapan dulu abis itu minum obat”
“Saya nggak lapar dan saya juga nggak mau minum obat” tolaknya cepat
Aku menatap dengan intens. “Mas, kamu belum makan loh. Terus juga badan kamu masih panas” bukannya menjawab pria itu malah berjalan menuju ranjang
“Iya udah kalau kamu nggak mau makan sama minum obat, aku telepon dokter biar kamu nanti di suntik” aku berusaha menakutinya
Mas Abbas menoleh ke arahku, aku pernah di kasih tahu oleh umi Fatimah kalau Mas Abbas itu sangat takut dengan jarum suntik.
“Di suntik?” tanya membuat dahinya mengkerut, aku hanya merespons anggukan pelan. “Emang nya saya kenapa harus di suntik?” lanjutnya.
“Iya karena kamu nggak mau makan sama minum obat, kalau nanti di suntikkan kamu jadi nafsu makan” jelasku. “Ayo mau pilih mana Mas di suntik atau sekarang makan sama minum obat” tanyaku
Pria itu menelan salivanya susah payah. Tampaknya wajahnya begitu ketakutan setelah mendengar jarum suntik.
“Iya saya mau makan sama minum obat” jawabnya pasrah
Aku tersenyum semringah. “Iya gitu dong Mas. Kamu duduk ya biar aku yang suapi”
“Nggak usah saya bisa sendiri, lagian saya bukan anak kecil lagi” kata Mas Abbas yang sudah bersandar di kepala ranjang
Aku menghela napas, ok aku tidak bisa memaksa pria kelas kepala ini. “Iya sudah Mas, bentar aku yang bantu ambil sarapannya” kakiku melangkah mengambil mangkuk bubur dan segelas air di atas nakas berukuran besar
Aku meletakan gelas di nakas kecil samping ranjang dan menyodorkan semangkuk bubur. Mas Abbas mengulurkan tangan kanannya ingin mengambil mangkuk dari tanganku, namun tiba-tiba ia meringis kesakitan.
“Aww!” ringis Mas Abbas langsung memegang siku tangannya
Kontan aku langsung periksa siku tangan Mas Abbas yang terlihat memar. “Kenapa kamu bisa kaya gini Mas” tanyaku khawatir
Mas Abbas terdiam sejenak belum menjawab pertanyaan aku. “Mas ini kenapa?” aku kembali bertanya
“Saya nggak papa, sudah kamu nggak usah banyak tanya saya lapar mau makan” sela Mas Abbas
Aku tersenyum tipis. “Iya udah kamu aku suapi ya, tangan kamu kan lagi sakit.” Tawarku
Mas Abbas memutar bola mata malas, hingga ia menjawab. “Iya” jawabnya singkat
Tentu aku sangat senang Mas Abbas menerima tawaranku. Ia sedikit bergeser duduknya memberi sedikit tempat untuk aku duduk di dekatnya.
Aku mengaduk bubur secara merata dan mulai menyuapi Mas Abbas dengan sangat telaten, bubur yang ada di mangkuk itu sampai habis. Tak lupa juga aku memberikan obat beserta segelas air.
Krucuk-krucuk. Ya ampun! Perutku berbunyi memalukan saja, malah di depan Mas Abbas lagi dengan refleks aku langsung menunduk malu sambil memegang perutku.
“Sarapan dulu sana” suruh Mas Abbas
Aku mendengak. “Nanti aja Mas, aku mau kompres tangan kamu dulu.”
“Di suruhnya jangan ngebantah, harus nurut sama suami, soal tangan saya gampang” kali ini Mas Abbas bersuara dengan nada lembut membuat hatiku terasa tersentuh
“Sudah sana cepat sarapan” perintah Mas Abbas
Aku tersenyum. “Iya Mas” aku pun bangkit dari dudukku langsung berdiri, namun dengan tiba-tiba pergelangan tanganku di tarik dengan Mas Abbas membuat aku menoleh.
Tak aku sangka Mas Abbas menarik dua sudut bibirnya tersenyum. “Terima kasih, sudah perhatian sama saya” ucap Mas Abbas
“Iya Mas sama-sama, ini sudah kewajiban aku sebagai istri” balasku di akhiri senyuman
Mas Abbas kembali melepaskan tanganku. Mangkuk yang aku pegang, aku letakan di atas nampan dan aku mulai bergerak melangkah menuju bawah sambil membawa nampan.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry A Mujahid
Ficção AdolescenteSetiap wanita ingin mempunyai Imam yang baik begitu juga sebaliknya. Wanita bernama Naya Audiva yang telah trauma tentang cinta, kini di jodohkan oleh Abahnya dengan seorang Mujahid bernama Abbas Aly Zainul Muttaqien laki-laki yang begitu taat pada...