MUNGKIN memang ini sudah menjadi takdirku, takdir untuk berpisah dengan orang-orang baik di sekitarku. Rasanya emang sulit tiga tahun menjalankan pekerjaan di butik Diary Muslimah, susah, senang, bareng-bareng. Kini aku harus berpisah, untuk menjalankan tugasku yang bentar lagi akan menjadi seorang Istri.
“Please! Nay jangan berhenti kerja di sini, ya. ” Hilya menggenggam kedua tanganku memohon
Hilya terus meringis kepadaku, aku benar merasa tidak tega meninggalkan Hilya sahabat terbaikku.
“Hilya maaf, ini sudah menjadi keputusanku. Bentar lagi aku menikah, akan menjadi seorang istri, kewajibanku mengurus suami, bukan pekerjaan lagi.” ucapku lembut
“Tapi Nay hiks, hiks—” potong Hilya, menangis di hadapanku.
“Sstt..” aku meletakan jari telunjuk di bibir, “jangan nangis yang tau soal aku mau nikah hanya kamu aja, aku belum sempat kasih tau yang lain terutama bu Ayu.” bisikku
Hilya mengangguk paham, “Iya, tapi setelah nikah kamu kerja lagi di sini, ya” ujar Hilya
Aku menggeleng kepala, “Maaf aku nggak bisa, setelah nikah aku akan tinggal di Jakarta. Mengikuti suamiku, nanti kalau kamu sudah menikah mungkin akan melakukan hal yang sama sepertiku”
“Aku paham Nay, tapi kamu sahabat terbaik aku di tempat pekerjaan ini, terus kalau kamu sudah nggak kerja di sini lagi, aku sama siapa?” kata Hilya
“Hilya” kedua tanganku, aku letakan di atas kedua bahu Hilya, lalu aku menatap matanya, “Masih ada teman yang jauh lebih baik dari pada aku di tempat pekerjaan ini, contohnya Fitri dan Sinta, kamu bisa gabung sama mereka berdua”
Najwa langsung memeluk tubuhku, terisak dalam kesedihan atas perbuatanku, “Jangan nangis, nantikan kita masih bisa berkomunikasi lewat ponsel” ucapku menenangkan Hilya sambil mengelus lembut kepalanya yang tertutup mungkena
Hilya mengangkat kepala dari atas bahuku, “Iya Nay, meskipun mereka nggak seperti kamu, tapi mau gimana pun aku nggak bisa larang, karena sepenuhnya hak kamu ada di suamimu Nay.”
“Itu kamu tau, jadi jangan nangis ya” balasku lembut
Hilya mengangguk, menghapus air mata lalu menarik dua sudut bibirnya, “Kalau kamu sudah di Jakarta, kita berkomunikasi jangan sampai putus ya, terus juga kamu jangan pernah lupakan aku.” pesan Hilya
“Insya Allah” jawabku di akhiri dengan senyuman
Hukum alam dalam persahabatan adalah di awali dari pertemuan dan di akhiri dengan perpisahan.
***
Aku menghembuskan napas berat setelah berdiri di depan sebuah pintu kantor bu Ayu, sambil memegang surat pengunduran diri di tanganku. Padahal pernikahanku masih satu minggu lagi, tandanya masih ada waktu untuk aku bekerja. Tapi mau gimana pun ini sudah menjadi permintaan calon suamiku, menyuruhku agar diam di rumah sampai acara pernikahan berlangsung.
Aku mengetuk pintu pertanda meminta izin, lalu setelah memberi izin aku memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan bu Ayu dengan membawa surat pengunduran diri yang akan aku berikan kepadanya.
“Ada apa Nay?” tanya bu Ayu
“Nay mau kasih ini, bu” aku meletakan surat pengunduran diri di atas meja
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry A Mujahid
Novela JuvenilSetiap wanita ingin mempunyai Imam yang baik begitu juga sebaliknya. Wanita bernama Naya Audiva yang telah trauma tentang cinta, kini di jodohkan oleh Abahnya dengan seorang Mujahid bernama Abbas Aly Zainul Muttaqien laki-laki yang begitu taat pada...