Bab 11- Cuek?

282 16 0
                                    

BERAT rasanya untuk berpisah dengan orang yang paling aku sayang, terutama keluarga, sekarang aku harus berpisah dengan mereka. Sedih, bukan? Andai saja tulang rusuk wanita bukan di ciptakan dari laki-laki, mungkin aku akan memilih untuk terus bersama abah dan Fikri.

"Nggak usah sedih lagi sayang, sekarang kan sudah ada aku" Mas Abbas yang berada di sampingku mengelus bahuku, seraya menenangkan

"Iya Mas" aku mengangguk sambil tersenyum

Mas Abbas menggandeng bahuku, kami berdua menuruni di setiap anak tangga untuk mencari keberadaan abah, Fikri, dan Najwa yang bentar lagi mereka akan balik ke Bogor.

"Nay!" panggil Najwa berlari kecil menghampiri aku yang baru turun dari tangga, langsung memeluk tubuhku

"Nay, hiks" ucap Najwa terasa bergetar di atas bahuku

"Jangan pernah lupakan aku Nay, hiks. Kamu adalah sahabat terbaik aku hiks, sahabat yang selalu ada untuk aku hiks, sahabat satu perjuangan di jalan Allah hiks" terisak air mata Najwa terus membasahi pipinya, membuat aku mengikut dalam kesedihan

Perlahan Najwa melepaskan pelukan denganku, menatapku dengan damai. "Sekarang kamu sudah menjadi istri pria yang kamu cintai, jadilah istri salihah Nay. Hiks" pesan Najwa

Aku mengangguk, entah kenapa air mata aku terus menetes, tidak tega meninggalkan sahabat yang dari kecil bersama sampai besar dan Allah akan memisahkan kita pada hari ini. Meskipun akan datang sebuah pertemuan selanjutnya. Tapi, tidak dengan dulu yang hampir setiap hari bertemu.

"Aku janji nggak akan pernah lupakan persahabatan kita, meskipun kita berdua terpisah dengan jarak yang jauh. Aku akan selalu ada untuk kamu Najwa, kamu bisa hubungi nomor aku di saat kamu kangen bercerita," ujarku dengan rasa berada

Najwa menarik dua sudut bibirnya tersenyum, "Kamu jaga diri baik-baik ya Nay di sini" pesan Najwa ke sekian kalinya, jeda selanjutnya Najwa menunjuk Abbas menatap dengan intens, "Dan lo Abbas jangan pernah sakiti Naya, awas kalau lo sakiti dia, bakal tau akibatnya" Najwa menyodorkan bogeman tangannya.

"Iya. Insya Allah" balas Abbas

"Nay ayo, Fikri sama abah sudah nunggu di ballroom" gegas Najwa

Najwa mengadengku di sisi kiri sedangkan Mas Abbas berada di sisi kananku, kami bertiga berjalan menuju ballroom.

"Abah. Hiks, hiks" aku memeluk tubuh abah, butiran air mata sudah membasahi pipiku

"Maafkan Nay nggak bisa jaga in Abah lagi, maafkan Nay juga kalo Nay punya salah sama Abah hiks, hiks" lirihku

"Kamu nggak punya salah sama abah Nay, tugas kamu sekarang mengurus suami mu, jadilah istri yang salihah" ucap abah dengan mengelus pucuk kepala putrinya yang tertutup oleh kimar

Aku melepaskan pelukan sang abah. "Iya bah. Insya Allah," lalu aku tersenyum.

"Mas Abbas jagain teh Nay ya, jangan di sakiti, soalnya dia itu cengeng" ungkap Fikri tertawa

Dasar punya adik comel banget mulutnya. Batinku menatap wajah Fikri horror

"Iya, Insya Allah, Fikri" balas Mas Abbas mengangguk tersenyum

"Permisi, Pak Abbas mobil jemputan sudah tiba" seorang laki-laki memberi tau

"Oh, iya. Terima kasih" jawab Mas Abbas, lalu laki-laki itu langsung pergi

Marry A MujahidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang