Bab 1- Hijrah

913 41 3
                                    

HIJRAH adalah caraku untuk berubah menjadi lebih dekat dengan Allah SWT, salah satu nya adalah dengan menutup aurat dan mengenakan pakaian Syar’i. Namun untuk selalu menjadi lebih baik dari hari ke hari selalu menjadi tantangan tersendiri bagi aku seorang Muslimah. “Innama a’malu binniyyah” bahwa segala perkara ini tergantung dengan niat. Dan pastikan Niat kita berhijrah adalah karenanya. Karena Allah SWT. Mungkin ketika nanti kita memulai berhijrah akan ada nyiyiran, ledekkan, atau bullying terhadap kita. Tapi, terkadang untuk sesuatu hal yang baik kita perlu untuk menjadi si tuli yang baik.

Aku berdiri di depan sebuah cermin di kamar, sedang memantaskan diri dengan gamisku yang terlihat Syar'i namun sangat simpel. Alhamdulillah, proses Hijrahku masih bertahan pada saat ini. Jujur aku makhluk Allah yang begitu lemah, iman yang terkadang naik turun membuat aku semakin takut, gagal Hijrah. Tapi, aku berusaha mempertahankan Hijrahku karena ingat pesan umi. “Jadilah wanita yang saleh, mampu menutup aurat dengan sempurna dan menjaga pandangan dari laki-laki yang bukan mahram” itulah pesan umi di saat dulu menjengukku di pesantren, sebelum umi meninggalkan ku.

Awalnya aku sempat menyesal. Kenapa aku Hijrah di saat umi telah pergi, kenapa aku tidak menuruti perintah umi untuk menutup aurat di saat SMP. Sampai aku pernah menjalinkan pacaran tanpa sepengetahuan umi dan abah,  membuat umi sakit mendengarnya kalau aku pacaran, abah pun marah besar. Aku telah murka kepada mereka berdua, mereka tidak memaafkanku kecuali aku harus pesantren sambil sekolah agar mereka memaafkanku. Awalnya aku menolak karena takut meninggalkan kekasihku dan akhirnya kekasihku yang meninggalku. Aku sangat kecewa dan memutuskan setelah lulus SMP untuk Pesantren sambil sekolah agar bisa melupakan semuanya.

Di saat sudah melupakan semuanya. Umi telah meninggalkanku untuk selamanya. Di mana dulu aku harus menghabiskan waktu bersama umi, malah menghabiskan waktu dengan kekasihku. Aku sangat menyesal, umi hanya berpesan, kalau aku harus menjaga aurat dengan sempurna dan menjauhi dari perbuatan maksiat.

“Teh” teriak Fikri mengedor-ngedor pintu kamarku membuat bayangan di pikiranku hilang

Aku terus beristifar mengelus dada dengan tangan, kalau terus-terusan aku mengingat masa lalu yang begitu pahit, aku tidak akan bisa melupakannya.

“Teh” teriak Fikri sekali lagi

“Astagfirullahaladziim,” desisku

Geram aku mendengarnya, dengan cepat mengambil tas yang aku letakan di atas kasur tadi, langsung berjalan membuka knop pintu kamar.

“Teh” Fikri yang tepat berada di depan pintu kamarku ingin mengetuk pintu dengan tangannya, dengan cepat aku langsung membuka pintu kamar membuat Fikri tidak jadi mengetuknya.

“Nggak usah teriak segala, teteh punya kuping kedengaran” celetukku di depan Fikri

“Abisnya teteh lama banget” protes Fikri

“Innallaha ma’ashobirin” ucapku

“Sesungguhnya Allah bersama dengan orang-orang sabar, teh” dengan lantang Fikri mengartikan

“Nah, itu tau, jadi manusia itu harus sabar nggak usah buru-buru, kalau buru-buru namanya perbuatan setan” kata aku

Fikri mengangguk, “Iya teh” karena waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh, kami berdua melangkah keluar rumah, terlebih dahulu aku mengunci pintu rumah, lantas berjalan menuju motor metic—ku yang terparkir di depan rumah.

Marry A MujahidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang