SELEPAS salat subuh aku membuat sarapan untuk aku dan Mas Abbas. Ketika tengah menata sarapan di meja makan, aku mendongak ke depan melihat Mas Abbas sudah terlihat rapi dan begitu menawan.
Segera aku langsung menghampiri Mas Abbas. “Mas mau ke mana?” tanyaku
“Kerja” balasnya tanpa melihat wajahku
Aku mengkerutkan keningku. “Inikan hari sabtu, Mas?” seraya aku kembali bertanya.
“Saya libur hari minggu” balasnya lagi belum enggan melihat wajahku
Aku ber-oh, lalu mengangguk -angguk. “Mas sarapan dulu ya sebelum pergi” harapanku
"Nggak sempat" ucapnya lalu berlalu begitu saja
Aku menarik napas, menghembuskan dengan pelan lalu menyusuli Mas Abbas.
“Mas, aku belum salim sama kamu” panggilku dengan jarak enam langkah dari Mas Abbas
Ya Allah, bukannya berhenti malah berjalan gitu aja tanpa mendengarkan panggilanku.
Langkah Mas Abbas berhenti tepat di depan sebuah mobil aku pun langsung bergerak cepat meraih tangan Mas Abbas sebelum ia masuk ke dalam mobil.
“Nggak usah sentuh tangan saya” tepis Mas Abbas
Seketika jantungku berhenti berdetak, tubuh pun ikut terdiam kaku dengan pikiran yang bingung. Aku tidak bisa berkata apa pun atau melawan, hanya membiarkan Mas Abbas masuk ke dalam mobil, lalu pergi dengan begitu aja.
Apa sih salahku, sampai Mas Abbas memperlakukan aku seperti ini? Batinku terisak
Lagi dan lagi masakan yang aku buat hanya aku yang makan sendiri bahkan Mas Abbas menyentuh sedikit pun tidak. Berbeda waktu di Bogor di saat aku membuat makanan untuk abah dan Fikri, sekejap pun langsung habis.
Setelah selesai sarapan pagi aku memutuskan untuk membereskan rumah dari menyapu, mengepel, menata barang yang berserakan agar terlihat nyaman.
***
Waktu zuhur sudah hampir tiba, semua ruangan sudah terlihat bersih dan nyaman. Hanya, tersisa halaman belakang yang belum aku bereskan, aku menundanya sebentar untuk melaksanakan salat zuhur.
Aku pun menuju kamar menyiapkan perlengkapan salat lalu mengambil air wudhu, selesai mengambil air wudhu aku memakai mungkena, melafazkan niat salat zuhur.
Setelah memberi salam, aku mengusap kedua telapak tangan ke wajah, lalu berdoa. Namun, detik—demi detik, di pertengahan aku berdoa, suara ponsel milikku berdering. Karena ke bodohanku lupa di silent, membuat khusyukku terganggu karena suara ponsel, aku pun menyudahi doa di akhiri dengan Aamiin lalu mengusap kedua telapak tangan ke wajah.
Segera aku beranjak dari atas sajadah mengambil ponsel di atas nakas, ternyata sudah terpampang nama umi Fatimah di layar ponsel, aku pun menekan tombol hijau menerima panggilan.
“Assalammualikum” salam umi Fatimah dari seberang sana
“Waalaikumsalam umi” jawabku
“Nay nanti malam kamu sama Abbas ke rumah umi ya, kita makan malam bersama” suara umi Fatimah berseru
“Iya mi, kalau Mas Abbas sudah pulang kerja Nay bilang”
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry A Mujahid
Genç KurguSetiap wanita ingin mempunyai Imam yang baik begitu juga sebaliknya. Wanita bernama Naya Audiva yang telah trauma tentang cinta, kini di jodohkan oleh Abahnya dengan seorang Mujahid bernama Abbas Aly Zainul Muttaqien laki-laki yang begitu taat pada...