Bab 4- Menerima Dengan Ikhlas

303 23 2
                                    

SEMILIR angin malam itu bagai alarm alami bagiku. Walaupun angin tak bersuara, tapi angin mampu membangunnya yang terlelap dalam tidur. Pukul satu malam, aku spontan langsung bangun. Wanita berkulit putih bersih dan idung mancung, menyibakkan selimutnya lalu beranjak dari kasur, berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu.

Selesai aku mengambil air wudhu, aku mengambil mungkena dan sajadah. Langsung membentangkan sajadah, lalu aku memakai mungkena.

Setelah siap dengan semua yang aku kenakan untuk menghadapkan muka pada Rabb-Nya, aku melafazkan niat solat sunah istikharah lalu mengangkat kedua tangan sampai sejajar dengan bahuku, dengan berkata, "Allahuakbar!"

Di beberapa rakaat aku melaksanakan salat, dia akhiri salatnya dengan memutar kepalanya ke arah kanan, "Assalamu'alaikum warahmatullah!" Lalu ke sebelah kiri dengan mengatur perkataan salamnya.

Setelah salam. Aku mengusap kedua telapak tangan ke wajah. Beberapa kali aku berzikir, aku menadahkan kedua telapak tangannya. Berdoa.

"Ya Allah, sesungguhnya, aku memohon kebaikan kepada-mu dengan ilmu-mu, aku memohon kemampuan kepada-mu dengan kekuasaan-mu dan aku memohon kepada-mu dari anugerah-mu yang Agung. Sesungguhnya, engkau mahakuasa sedang aku tidak kuasa, engkau mahatahu sedang aku tidak mengetahui, engkaulah dzat yang maha mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah, apabila engkau mengetahui bahwa urusan perjodohan ini adalah baik bagiku dalam agamaku, kehidupanku, dan akhir urusanku, maka tentukanlah untukku, mudahkanlah jalannya dan berkahilah aku di dalamnya. Dan apabila engkau mengetahui bahwa urusan ini adalah buruk bagiku dalam agamaku, kehidupanku dan akhir urusanku, maka jauhkanlah ia dariku dan jauhkanlah diriku darinya, tentukanlah untukku apa pun yang terbaik, kemudian jadikanlah aku Ridho dengannya"

"Semoga istikharahku menjadi jawabanmu, semoga besok aku bisa mengambil keputusan yang baik. Aamiin." aku mengusap telapak tangan ke wajah

Selesai aku salat sunah istikharah, aku belum enggan meranjak sama sekali dari atas sajadah masih terdiam dengan pikiran dan perasaan bercampur aduk menjadi satu, membuat aku berpikir seribu kali.

Aku kecewa dengan permintaan abah saat ini yang tak masuk akal? Dengan mudahnya menjodohkanku, dengan adik mbak Farah bernama Abbas yang bahkan aku tidak kenal orangnya seperti apa. Tapi aku sudah terlanjur menurutinya karena takut menjadi anak durhaka dan tidak ingin terjadi hal yang tidak di inginkan.

***

Hari ini adalah hari minggu, hari penuh kebebasan untuk aku berlibur bersama Najwa sahabat kecilku. Aku dan Najwa sudah merencanakan liburan dari satu minggu lalu untuk berwisata ke pantai melihat senja. Namun, dengan seenak jidatku, aku membatalkannya. Karena saat ini mood-ku benar-benar hancur. Ya, meskipun Najwa memaklumkannya. Tapi, sama aja aku benar-benar merasa tidak enak, karena sudah janji untuk full time bareng denganku.

Tokk..tokk

"Nay!"

Terdengar suara abah memanggilku, ternyata dari setadi abah yang mengetuk pintu kamarku. Aku langsung meranjak dari atas kasur, bergegas membuka pintu kamar -mau nggak-mau- aku harus membukanya. Meskipun sebenarnya, aku malas untuk menemui abah, karena dari pagi aku engan keluar kamar karena kecewa dengannya.

"Nay sarapan dulu ya" abah kembali bersuara di balik pintu kamarku menyuruh untuk makan

Aku nggak jadi membuka pintu, kalau abah hanya untuk menyuruhku makan, "Nay nggak lapar bah" tolakku gengsi meskipun perutku terasa sangat lapar

Marry A MujahidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang