Bab 13 - Makan Malam Bersama

193 12 0
                                    

MOBIL milik Mas Abbas sudah terparkir tepat di halaman rumah mertuaku yang cukup besar. Baru dua kali aku menginjakkan kaki di rumah mewah, seperti istana ini. Aku pun membuka seatbelt tak sabar ingin berjumpa dengan mertuaku yang baik hati dan juga Zahra adik ipar yang cukup lucu, aku bergesa membuka pintu. Namun, Mas Abbas menggenggam pergelangan tanganku, mencegahnya untuk keluar.

“Biar saya yang buka pintunya”

Aku mengangguk tersenyum, Mas Abbas juga memberikan senyuman kepadaku sambil mengusap pucuk kepalaku dengan lembut, lalu ia keluar dari mobil.

Emang benar ya kata orang bahagia itu sederhana, sederhana dengan cara menyikapi yang penuh rasa kasih dan sayang.

Mas Abbas sudah membuka pintu mobil dengan lebar, aku pun melangkah keluar.

“Terima kasih, Mas” ucapku tersenyum

“Iya sama-sama sayang” balas Mas Abbas sambil menutup pintu mobil

Mas Abbas memberikan uluran tangan kanannya kepadaku, aku terdiam bengong dengan jantung yang berdegup kencang.

“Ayo” gegas Mas Abbas menyadarkanku

“Astagfirullah. Iya Mas” desisku tersadar, lalu meletakkan tanganku di tangan kanan Mas Abbas

Mas Abbas menggenggam tanganku dengan erat, berjalan dengan langkah sejajar.

“Maaf ya sayang, kemarin Mas cuek sama kamu karena efek cape terus di tambah ada masalah, ” lirih Mas Abbas merasa bersalah

“Masalah apa, Mas?” tanyaku

“Maaf, Mas belum bisa ceritai ke kamu” ujar Mas Abbas

“Oh iya udah Mas nggak papa” balasku lembut

Ketika cape atau ada masalah, membuat orang yang di sekitar terkena imbasnya. Berati benar dugaanku selama ini, Mas Abbas cuek karena efek cape.

“Assalammualikum..” ucap salam aku dan Mas Abbas serempak tepat berdiri di depan pintu rumah yang tidak terkunci

“Waalaikumsalam” jawab salam wanita dari dalam

Wanita itu adalah umi Fatimah yang datang penuh wajah kebahagiaan. “ Masya Allah yang di tunggu-tunggu akhirnya datang juga” umi Fatimah tersenyum, aku dan Mas Abbas pun langsung mencium punggung tangan umi Fatimah.

“Ayo masuk” titah umi Fatimah

Kami berdua masuk ke dalam dengan tangan yang masih bergandengan.

“Teh Nay...”

Gadis kecil bernama Zahra menghampiriku, gadis ini yang begitu manja denganku dulu setiap datang ke Bogor seperti adik sendiri dan tidak menyangka akhirnya menjadi adik iparku.

“Iya Zahra”

Tangan kiriku langsung di tarik dengan gadis kecil ini membuat genggaman tangan aku dan Mas Abbas terlepas kan.

“Teh Nay, umi sudah masak makanan banyak tau.” Zahra seraya memberi tau

“Masya Allah, berarti teh Nay telat dong datangnya, nggak bantui umi masak” tanyaku

Marry A MujahidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang