Sejak hidup mandiri, Jihan menggunakan uang tabungan miliknya sebagai modal usaha katering kue kecil-kecilan. Gadis itu memanfaatkan ilmu membuat kue yang dipelajari dari mendiang mamanya untuk mendapatkan penghasilan. Dari usaha itulah Jihan bisa membiayai kebutuhan sehari-hari.
Jihan selalu berharap usahanya bisa sukses, agar ia dapat membiayai pendidikan sang adik. Gadis itu tidak ingin Jino sampai putus sekolah karena ia yang tak mampu membiayainya. Maka dari itu Jihan terus bekerja keras tak kenal lelah, dengan keyakinan bahwa usahanya tidak akan berujung sia-sia.
Hampir setiap hari Jihan selalu sibuk dengan pekerjaannya membuat kue dan mengantarnya ke tempat pelanggan. Meski hanya usaha kecil, tetapi kian hari katering kue Jihan banyak diminati. Karena selain rasanya yang memang lezat, gadis itu dapat menciptakan berbagai variasi rasa sehingga tidak membosankan dan justru menarik minat banyak orang.
Saat ini Jihan sedang berada di sebuah rumah mewah milik salah satu pelanggannya. Setelah memarkirkan sepedanya di halaman rumah, Jihan berjalan menuju pintu utama dari kediaman itu sambil menenteng beberapa kantong plastik berisikan kotak-kotak kue.
Jihan memencet tombol bel rumah tersebut, dan tak lama kemudian pintu pun terbuka—menampilkan sang pemilik rumah yang menyambut kedatangan Jihan dengan hangat.
"Eh, Jihan. Ayo, ayo, masuk," kata si pemilik rumah itu yang tak lain adalah seorang wanita bernama Ralita.
Jihan tersenyum seraya mengangguk pelan, lantas melangkah masuk ke dalam rumah. Bu Ralita meminta Jihan menaruh kue-kuenya di meja makan besar yang terdapat tak jauh dari ruang tamu.
"Silakan dicek dulu, Bu, keseluruhan kuenya," ucap Jihan setelah meletakkan kue-kuenya.
"Nggak usah, Jihan. Saya percaya kok sama kamu," kata Bu Ralita seraya menampilkan senyumnya.
Jihan turut tersenyum mendengarnya. "Jadi harga semuanya lima ratus tujuh puluh lima ribu, Bu," katanya kemudian. Ia juga memperlihatkan secarik kertas putih yang terdapat tulisan nominal harga.
Bu Ralita mengangguk lantas pergi sejenak untuk mengambil uang, sementara Jihan dipersilakan duduk dahulu di kursi yang tersedia di sana. Sembari menunggu Bu Ralita kembali, Jihan memandangi sekeliling rumah.
Sampai kemudian netra Jihan tertuju dan fokus pada sebuah piano yang berada tak jauh dari sana. Jihan tersenyum. Gadis itu sangat menyukai dan pandai bermain piano. Seketika ia pun jadi teringat momen saat dirinya memainkan piano di rumah lamanya dulu, yang disaksikan oleh Jino dan mendiang mamanya.
Mereka berdua bertepuk tangan ria selepas melihat aksi Jihan bermain piano. Kata mereka permainan piano Jihan sungguh luar biasa bagusnya. Bahkan Jino juga mengatakan, Jihan pasti menang jika turut dalam ajang pencarian bakat. Jihan lantas terkekeh bila mengingat ucapan adiknya itu.
Tak lama kemudian Bu Ralita kembali dengan membawa beberapa lembar uang yang kemudian ia berikan kepada Jihan. Gadis itu mengucapkan terima kasih dan berkata, ia menunggu pesanan selanjutnya. Dan ia tersenyum senang saat Bu Ralita berkata, bahwa ia pasti akan memesan pada Jihan jika mengenai kue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kupu-kupu Kehidupan ✔
Teen FictionBagi Jino memiliki seorang kakak seperti Jihan merupakan anugerah terindah yang Tuhan berikan kepadanya. Apalagi setelah kedua orang tuanya meninggal, hanya Jihan lah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Jihan pun sangat menyayangi Jino melebihi di...