Selesai makan dan meminum obat, tentu saja demam Jino tidak langsung menurun. Jihan meminta Jino untuk berbaring atau kalau perlu tidur, dengan harapan saat bangun nanti demamnya sudah reda. Jino menurut apa yang dikatakan sang kakak, tetapi ia melarang Jihan untuk pergi dan tetap di sana menemaninya.
Sebenarnya memang itulah yang Jihan inginkan, menemani dan merawat Jino yang sedang sakit. Namun, gadis itu khawatir soal Tiara yang pasti tidak suka dia berada di sana terlalu lama. Lagi pun, Tiara meminta Jihan kemari hanya untuk menyuapi Jino, tidak lebih.
"Maaf, Dek. Tapi Kakak harus pulang."
"Kenapa? Kakak nggak mau nemenin Jino?"
"Bukan gitu. Tapi Kakak diminta ke sini cuma buat nyuapin kamu. Setelah itu Kakak harus pergi."
"Nggak boleh!" sanggah Jino sedikit keras hingga membuat Jihan tertegun. "Kakak nggak boleh pergi. Kakak harus tetep di sini nemenin aku."
Keinginan Jino yang tidak bisa diganggu gugat. Pemuda itu membaringkan tubuhnya lalu menarik satu tangan Jihan dan menggenggamnya dengan erat. Sama sekali ia tak memberi celah bagi Jihan untuk melepas genggaman itu.
Ketika Jino memejamkan mata hendak tidur, saat itulah ada peluang bagi Jihan untuk melepaskan tangannya dari genggaman sang adik. Ini terpaksa Jihan lakukan karena ia tidak mau menambah masalah lagi dengan Tiara.
Perlahan Jihan mencoba merenggangkan genggaman Jino secara hati-hati agar tidak ketahuan. Namun, karena Jino belum sepenuhnya terlelap, ia dapat merasakan upaya Jihan tersebut dan buru-buru mengeratkan genggamannya lagi.
Upaya Jihan melepas genggaman itu semakin sulit. Karena sekarang Jino menggenggam dengan kedua tangan dan lebih erat dari sebelumnya. Kini gadis itu hanya bisa berdiam diri di tempat seraya memandang Jino yang kiranya sudah memasuki alam mimpi.
"Jihan, kamu masih ada di sini?"
Jihan tertegun mendengar suara itu. Ia menoleh ke belakang dan melihat sosok Tiara yang berdiri di ambang pintu kamar. Tak lama wanita itu lantas melangkah masuk dan kini dia sudah berdiri di dekat Jihan.
"Maaf, Tante. Barusan Jihan udah mau pergi, tapi Jino nggak bolehin." Suara Jihan ketika menjawab terdengar begitu lembut dan sopan, hingga menyentuh kalbu Jino yang sebenarnya belum tertidur.
"Iya, Ma. Jino mau Kak Jihan tetep di sini nemenin aku," ucap Jino seraya membuka mata, menatap intens ke arah sang mama.
"Kamu belum tidur?" tanya Jihan yang sempat terkejut mendengar suara Jino secara tiba-tiba.
Jino menjawab pertanyaan itu dengan gelengan pelan. "Biarin Kak Jihan tetep di sini, ya, Ma?" pintanya pada sang mama.
Setelah berpikir selama beberapa saat, Tiara pun melontarkan keputusannya. "Yaudah, Jihan, kamu di sini dulu nemenin Jino."
Raut bahagia serta senyuman terpatri wajah Jino. Berbeda dengan Jihan yang tak menunjukkan ekspresi apa pun dan hanya mengangguk sebagai respon. Lantas Tiara pergi dari kamar itu sambil membawa nampan berisi piring dan gelas bekas Jino makan dan minum tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kupu-kupu Kehidupan ✔
Teen FictionBagi Jino memiliki seorang kakak seperti Jihan merupakan anugerah terindah yang Tuhan berikan kepadanya. Apalagi setelah kedua orang tuanya meninggal, hanya Jihan lah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Jihan pun sangat menyayangi Jino melebihi di...