Sudah siap dengan setelan seragam sekolahnya, Jino mengambil tas ransel yang ia letakkan di kursi kemudian bergegas sarapan. Namun, sebelum keluar dari kamar Jino sempat tersenyum seraya memandang selimut yang sudah ia lipat rapi di tempatnya setelah digunakan.
Jino ingat betul, semalam ia sengaja tak memakai selimut karena risih. Akan tetapi sebangunnya dari tidur, ia terkejut karena dalam kondisi yang terselimuti. Jino pun akhirnya tahu jika hal itu pasti ulah Jihan yang menyelimutinya. Meski hanya hal kecil yang kakaknya lakukan, tetapi itu adalah sesuatu yang luar biasa bagi Jino.
"Pagi, Kakakku Sayang!" sapa Jino antusias lalu mencium pipi Jihn saat mereka bertemu di ruang makan. Namun, Jihan hanya membalas dengan singkat tanpa sebuah senyuman. Sangat berbeda dari biasanya.
Bukannya kakak udah nggak marah sama aku, ya? Semalem, 'kan, dia nyelimutin aku. Tapi kenapa sekarang sikapnya beda? Jino bergumam dalam batin dengan sedikit ekspresi cemberut.
"Sarapan," kata Jihan setelah meletakkan makanan di meja.
Senyum Jino kembali mengembang. "Ayo, Kakak juga sarapan." Ia meraih satu tangan Jihan, bermaksud mengajaknya duduk di kursi.
"Kakak udah tadi," jawab Jihan seraya melepas pegangan tangan Jino.
Timbul rasa sakit di hati Jino kala sang kakak melepas pegangan tangannya sembari berkata dengan suara dan aura yang dingin. Terlebih saat Jihan mengatakan sesuatu hal yang membuat ia bertanya-tanya dalam batin.
Kakak sarapan duluan? Apa dia nggak mau sarapan bareng aku?
"Kok masih berdiri? Nggak mau sarapan?"
Lontaran Jihan tersebut sukses membuat Jino tertegun. Pemuda itu lantas duduk dan memakan sarapan yang telah disiapkan. Tidak sepenuhnya Jino menikmati makanan itu karena ia melamun, memikirkan tentang sikap Jihan yang berbeda hari ini.
Kakak marah apa enggak, ya?
Raut cemberut sedikit terlihat di sela-sela Jino mengunyah makanan dalam mulutnya. Bahkan sesekali netranya mencuri pandang pada Jihan yang tengah sibuk mengukus kue.
Padahal, sebenarnya Jihan tengah melamun sampai tangannya tak sengaja menyentuh panci yang terdapat di atas kompor yang menyala. Panas, tentu saja itu yang Jihan rasakan hingga ia menjerit dan membuat Jino terkejut.
"Ssst, panas, panas, panas! Aduh ...," rintih Jihan seraya mengibaskan tangan kirinya berulang kali.
Jino melepas sendok yang dipegangnya begitu saja hingga menimbulkan suara dentingan yang menggema. Dia kalang kabut beranjak dari kursi dan menghampiri Jihan. "Kenapa, Kak? Ada apa?" tanyanya panik
Pemuda itu meraih tangan Jihan dan melihat warna hitam kemerah-merahan menodai jemari sang kakak yang terkena panci panas itu. Tanpa banyak bicara, Jino bergerak cepat menuju kamar mandi dan kembali dengan membawa sebuah pasta gigi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kupu-kupu Kehidupan ✔
Teen FictionBagi Jino memiliki seorang kakak seperti Jihan merupakan anugerah terindah yang Tuhan berikan kepadanya. Apalagi setelah kedua orang tuanya meninggal, hanya Jihan lah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Jihan pun sangat menyayangi Jino melebihi di...