Perlahan matahari kian menerikkan sinarnya pagi ini. Dengan wajah pucat dan kondisi yang lemah, Jihan berupaya bangkit dari tempat tidur. Dari semalam gadis itu menderita demam dan sakit kepala. Selain karena efek kelelahan, ia juga jarang sekali makan tepat waktu.
Jino meminta kakaknya untuk tidak menerima pesanan kue atau melakukan aktivitas yang lain. Ia meminta Jihan agar berisirahat saja hingga kondisinya benar-benar pulih. Akan tetapi bukan Jihan namanya jika tak keras kepala. Gadis itu sudah terbiasa bangun pagi dan melakukan aktivitasnya, terlebih sejak orang tuanya tiada.
Contohnya seperti sekarang, Jihan memaksakan diri pergi ke dapur untuk memasak sarapan walau kepalanya sangat sakit. Syukurlah Jino datang tepat waktu sebelum dia keluar dari kamar.
"Eh, Kakak. Kakak mau ke mana?"
"Mau masak buat sarapan."
"Kan aku udah bilang Kakak istirahat aja."
"Tapi Kakak harus masak buat kita sarapan."
"Udah nggak usah, Kak ...." Dengan gregetnya Jino kembali mendudukkan Jihan di tempat tidur dan memposisikan bantal sebagai sandaran. "Kakak diem aja di sini. Biar aku yang masak."
"Emang kamu bisa?" Jihan tampak meragukan ucapan adiknya.
"Cuma masak nasi goreng, 'kan?" Jino berucap dan berlagak enteng, seolah memasak nasi goreng itu adalah hal yang mudah.
"Bu—"
"Yaudah. Kakak tunggu sini. Chef Jino akan buatkan nasi goreng terlezat untuk Nona Jihan," ucap Jino sedramatir mungkin serta memotong perkataan Jihan. Pemuda itu berhormat sesaat seraya mengedipkan satu matanya, lalu melenggang pergi dari hadapan sang kakak.
"Tapi bukan itu—" Jihan menghentikan perkataannya karena Jino sudah terburu keluar dari kamar.
Gadis itu menggeleng pelan. Padahal sebenarnya bukan nasi goreng yang ingin dia masak untuk menu sarapan kali ini, tetapi Jihan membiarkan Jino membuatnya. Karena sekarang, dia malah penasaran dengan nasi goreng buatan adiknya itu.
"Semoga dia nggak berantakin dapur," ucap Jihan yang lalu terkekeh.
Di sisi lain, sesampainya di dapur Jino tak langsung mengerjakan apa yang seharusnya ia lakukan. Pemuda itu menatap sekeliling dapur seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Aku harus ngapain dulu, ya?" gumamnya bingung.
Beberapa kali Jino hendak meraih sesuatu yang ada di sana, tetapi berakhir terurung karena ragu. Ia bingung harus memulai dari mana dan benda apa yang harus disentuhnya pertama kali.
Sampai kemudian Jino teringat akan sesuatu. "Internet." Lalu ia pergi mengambil ponselnya di kamar.
Sambil berjalan kembali menuju dapur, Jino fokus menatap layar ponselnya yang menyala sampai ia menabrak meja dan kursi. Kini jemari Jino mulai bergerak mengetik di layar benda pipih itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kupu-kupu Kehidupan ✔
Teen FictionBagi Jino memiliki seorang kakak seperti Jihan merupakan anugerah terindah yang Tuhan berikan kepadanya. Apalagi setelah kedua orang tuanya meninggal, hanya Jihan lah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Jihan pun sangat menyayangi Jino melebihi di...