Chapter 32. Pesta dan Kado

35 18 18
                                    

Setelah menaruh tasnya di kelas, Jino pergi ke taman dan memanfaatkan waktu sebelum bel masuk pelajaran untuk menghubungi Jihan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah menaruh tasnya di kelas, Jino pergi ke taman dan memanfaatkan waktu sebelum bel masuk pelajaran untuk menghubungi Jihan. Ada sesuatu hal yang ingin ia katakan pada kakaknya.

Bukan panggilan suara, tetapi panggilan video yang Jino pilih untuk menghubungi sang kakak. Alasannya tentu karena ia rindu melihat wajah Jihan. Ya walaupun baru dua hari mereka tidak bertemu, dan lagi baru semalam mereka bertatap muka melalui video call.

"Kak, ternyata bener kata Kakak, kalau keluarganya Jino nggak lupa sama ulang tahunku," ucap Jino setelah panggilan videonya tersambung dan mereka saling menyapa.

"Tuh, 'kan, bener. Makanya jangan negatif thinking."

"Nanti malem mama mau adain birthday party buat aku. Aku disuruh undang semua temen sekelas sama orang-orang terdekat, tapi aku nggak dibolehin ngundang Kak Jihan." Raut wajah Jino berubah sedih saat mengucapkan kalimat terakhir.

Sebenarnya Jihan pun merasa sedih mendengar hal itu. Namun, dengan segala upaya ia menutupi rasa sedihnya tersebut dengan senyuman. "Yaudah nggak papa. Yang penting kamu di sana bahagia bisa ngerayain bareng keluarga."

"Kak Jihan, 'kan, juga keluarga aku, dan Kak Jihan juga salah satu kebahagiaan aku. Nggak adanya Kak Jihan di sana kebahagiaan aku nggak lengkap, Kak. Makanya aku nolak pesta itu."

"Apa? Kamu nolak pesta itu?" tanya Jihan sedikit terkejut dan mendapat anggukan dari Jino. "Dek, kamu nggak boleh kayak gitu. Tante Tiara, 'kan, nyiapin itu semua karna dia sayang sama kamu. Sudah seharusnya kamu menghargai apa yang mama kamu lakukan."

"Tapi, Kak—"

"Jangan hanya karna Kakak nggak diundang, terus kamu nolak usaha dan bentuk kasih sayang dari mama kamu. Nggak boleh kayak gitu."

Jino terdiam. Mencerna kata-kata Jihan yang memang ada benarnya. Tidak seharusnya Jino menolak usaha dan bentuk kasih sayang mamanya hanya karena Jihan yang tak diundang.

"Jadi Jino harus gimana, Kak?" tanya pemuda itu setelah terdiam selama beberapa saat.

"Kakak yakin kamu pasti tau apa yang harus kamu lakukan," jawab Jihan yang lalu tersenyum.

Jino melirikkan matanya ke atas—tepatnya ke arah langit yang cerah, hanya sejenak kemudian ia kembali menatap Jihan. "Iya, Kak, aku ngerti. Makasih udah nasihatin Jino. Meski Jino sedih karna di pesta itu nggak ada Kakak."

"Jangan sedih, dong. Kan hari ini hari yang bahagia. Jadi Little Jino harus senyum."

Bukanlah hal yang sulit bagi Jino untuk tersenyum, tetapi saat ini ia sangat malas melakukannya. Namun, jika Jihan yang mengatakan hal itu maka Jino tidak akan berpikir dua kali. Perlahan pemuda itu akhirnya tersenyum, walau dia melakukannya tidak dengan sepenuh hati.

。◕🦋◕。

Pintu utama kediaman Azam Hermarendra terbuka bersamaan dengan ucapan salam dari Jino. Pemuda itu melangkah masuk dan mendapati sang mama di ruang tengah. Selepas menyalimi Tiara, langsung saja Jino menyatakan keputusannya yang berubah.

Kupu-kupu Kehidupan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang