Chapter 21. Kesabaran Jino

26 21 15
                                    

Jino yang mengenakan hoodie berwarna hitam itu terdiam melamun dengan posisi duduk di teras rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jino yang mengenakan hoodie berwarna hitam itu terdiam melamun dengan posisi duduk di teras rumahnya. Udara dingin di malam hari yang masuk ke pori-pori tubuhnya tak membuat dia beranjak dari sana.

Jihan adalah pusat pikirannya kali ini. Pemuda itu tengah dilanda kerinduan pada sang kakak walau baru terhitung tiga hari mereka tidak bertemu. Padahal baru beberapa menit yang lalu dia usai menghubungi Jihan melalui video call, tetapi rasa rindunya masih saja tak terobati.

Jino menghela napas. Mengubah posisi kakinya menjadi bersilah sambil menggenggam tangannya sendiri. Netranya kini menatap ke arah langit malam berhiaskan bintang serta bulan yang bersinar dengan terang.

Bayangan Jihan kala tersenyum tiba-tiba melintas di depan mata Jino. Ia teringat bahwa Jihan suka memandang langit terlebih pada waktu malam. Dan kakaknya itu selalu tersenyum setiap kali melihatnya. Mungkin karena itulah saat ini bayangan Jihan kala tersenyum tiba-tiba terngiang di depan mata Jino.

"Jino, kamu ngapain di sini?" Suara Tiara tersebut sukses mengalihkan atensi Jino dari langit. Pemuda itu menoleh ke samping dan mendapati mamanya yang berdiri sambil tersenyum.

"Nggak ada, Ma. Duduk aja sambil ngeliat langit," jawabnya kemudian tersenyum. "Liat, deh, Ma. Banyak bintang. Bagus banget, 'kan?" Jino menunjuk ke arah langit.

"Kamu suka liat bintang?" tanya Tiara sembari duduk di samping putranya.

"Iya. Soalnya setiap kali aku ngeliat bintang, aku kayak ngeliat Kak Jihan yang lagi senyum. Dia itu suka banget ngeliat bintang, Ma," balas Jino dengan antusias.

"Jangan-jangan anak mama lagi mikirin Kak Jihan, nih," tebak Tiara yang seratus persen benar.

Jino tersenyum sambil mengangguk pelan. "Jino kangen Kak Jihan," ucapnya dengan nada yang sedikit bersedih.

"Eh, baru juga tiga hari nggak ketemu udah kangen?"

Pemuda itu menyandarkan kepalanya di bahu sang mama dengan manja seperti anak kecil. "Jino nggak terbiasa jauh dari Kak Jihan lama-lama." Lantas Jino melirikkan matanya ke arah Tiara masih dengan posisi yang sama. "Besok Jino boleh ketemu Kak Jihan nggak, Ma?"

"Ya boleh, dong. Masa iya mau ketemu nggak boleh."

Jawaban yang memuaskan. Jino mengangkat kepalanya lalu berkata, "Makasih, Mama." Kemudian mencium pipi sang mama dengan sayang.

Hati seorang ibu pasti akan membuncah bahagia apabila anaknya bertindak demikian. Itulah yang dirasakan Tiara saat ini. Apalagi dia telah berpisah dengan Jino selama enam belas tahun, dan momen seperti ini adalah pertama kalinya bagi mereka.

"Oh, iya, Sayang. Besok Mama sama papa mau ke luar negeri, ngurusin pekerjaan. Paling lama dua hari," ujar Tiara yang seketika membuat senyum Jino sirna.

"Ke luar negeri selama dua hari?" Mendadak raut wajah Jino berubah sedih. "Kenapa Mama ikut? Maksud Jino, setidaknya papa aja yang pergi, Mama tetep di rumah."

Kupu-kupu Kehidupan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang