Ketika Jino hendak pergi dapur untuk mengambil air minum, langkahnya justru terhenti di depan kamar orang tuanya. Hal yang membuat langkah pemuda itu terhenti karena dia tak sengaja mendengar pembicaraan mama dan papanya yang menyebut nama dirinya. Hal itu jugalah yang membuat Jino tertarik mendengarkan pembicaraan mereka lebih lanjut. Jino lantas beralih posisi lebih mendekat ke pintu kamar orang tuanya.
"Tapi apa Jino setuju?"
"Setuju atau enggak, dia harus setuju."
"Kamu tidak bisa memaksakan kehendak seperti itu. Kalau Jino nggak mau, ya jangan dipaksa."
"Ini, 'kan, demi kebaikan dia, jadi dia harus nurutin perkataan mamanya. Pokoknya keputusan aku udah bulat, Mas. Aku mau Jino lanjutin pendidikannya di luar negeri."
Jino terkejut mendengar hal itu. "Apa? Mama mau aku sekolah di luar negeri?"
"Jino selalu lebih memilih Jihan daripada mamanya. Kalau mereka jauh, mereka nggak akan bisa ketemu. Jadi cara ini udah yang paling tepat untuk Jino."
Terjawab sudah pertanyaan dalam benak Jino tentang mengapa sang mama ingin ia melanjutkan pendidikannya di luar negeri. "Jadi itu alasannya?" Jino kembali bergumam dengan raut wajah sedih. Hatinya pun sakit mendapati kenyataan ini. Jino tidak menyangka jika sang mama akan berniat menjauhkan dia dengan Jihan sampai ingin mengirimnya ke luar negeri.
Tidak. Jino tidak mau berpisah lebih jauh lagi dengan Jihan. Jino tidak ingin merasakan kesedihan yang lebih mendalam. Keadaan saat ini saja sudah cukup menyakitkan baginya. Lalu bagaimana jika ia menuruti keinginan sang mama?
。◕🦋◕。
Beberapa saat setelah Jino mendengar pembicaraan orang tuanya, kini seluruh anggota keluarga Azam Hermarendra berkumpul di ruang tengah untuk membicarakan perihal tersebut.
"Kenapa harus ke luar negeri?" tanya Jino pada Tiara ketika sang mama mengatakan ingin dirinya melanjutkan pendidikan di luar negeri atau lebih tepatnya di New York.
"Papa sama Mama akan lebih sibuk ngurus pekerjaan di sana, Sayang. Jadi akan lebih baik kalau kamu sekolah di sana biar kita selalu deket. Kakak-kakak kamu juga udah mutusin mau kuliah di sana. Iya, 'kan?" Tiara beralih menatap kedua anak kembarnya lantas mendapat anggukan dari mereka.
Mama bohong. Bukan itu alasan yang sebenernya. Jino berucap dalam batin. Merasa kecewa pada mamanya karena telah berbohong. "Kalau gitu kalian aja yang pergi. Jino mau tetep di sini." Pemuda itu menyatakan keputusannya.
"Lho, nggak bisa gitu, dong," sahut Anggun di sela-selanya mengunyah camilan. "Kita, 'kan, keluarga, jadi harus selalu bersama. Lagian masa iya kamu mau tinggal sendirian di sini?"
"Sekarang aku tanya, kalau kita semua pergi ke sana, terus rumah ini gimana? Bisnis Mama dan Papa di sini juga gimana?"
"Rumah ini akan tetep diurus sama Asti dan Pak Suki. Sesekali Mama sama Papa akan pulang untuk mengurus bisnis di sini. Jadi nggak perlu ada yang dikhawatirin," jelas Tiara lalu tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kupu-kupu Kehidupan ✔
Teen FictionBagi Jino memiliki seorang kakak seperti Jihan merupakan anugerah terindah yang Tuhan berikan kepadanya. Apalagi setelah kedua orang tuanya meninggal, hanya Jihan lah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Jihan pun sangat menyayangi Jino melebihi di...