Chapter 9. Takdir Bertemu

42 25 55
                                    

Jihan baru saja mengisikan angin pada ban sepedanya yang kempis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jihan baru saja mengisikan angin pada ban sepedanya yang kempis. Hal ini sudah beberapa kali terjadi, dan sebenarnya ban sepeda itu sudah minta diganti. Namun, Jihan enggan membeli yang baru karena merasa sayang pada uangnya. Ia lebih memilih menggunakan uang itu untuk hal lain, misalnya kepentingan Jino.

Kini Jihan melangkah di pinggiran jalan pantura sembari menuntun sepedanya. Ia melakukan itu bukan karena bannya kempis lagi, melainkan karena keinginannya sendiri.

Ketika itu Jihan melihat beberapa orang gadis seusianya yang melangkah di atas trotoar sambil sesekali melontarkan canda tawa mereka. Netra Jihan lantas terarah pada buku-buku yang dibawa oleh para gadis itu. Ia pun menebak bahwa mereka adalah mahasiswa yang berkuliah di Universitas yang tak jauh dari sana.

Mengingat soal kuliah, Jihan teringat akan cita-citanya. Kalau Allah menghendaki, apa pun yang terjadi aku pasti bisa meraih cita-citaku. Gadis itu membatin lalu tersenyum.

"Jihan."

Panggilan seorang pemuda secara reflek membuat Jihan menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah sumber suara. Jihan sedikit terbelalak begitu mengetahui siapa yang menegurnya, karena ia sangat mengenal pemuda itu dan sudah hampir satu tahun mereka tidak bertemu.

Karena saking terkejutnya, Jihan sampai kelu saat akan menyebut nama pemuda itu. "Rendi?" Jihan menunjuk ke arah sang lawan bicara sambil memicingkan mata guna memastikan bahwa ia tidak salah melihat.

"Kamu masih inget sama aku?" Pemuda itu tersenyum sumringah setelah berkata.

Yang ditanya mengangguk antusias. Jihan tidak mungkin lupa pada pemuda itu. Dia adalah Rendi Wiratama, teman sekampusnya semasa Jihan berkuliah dulu.

"Kamu apa kabar?" tanya Rendi setelah beberapa saat berlalu, tetapi Jihan tak kunjung bersuara.

"Alhamdulillah baik. Kamu sendiri apa kabar? Selama ini ke mana aja? Dihubungi kok nggak bisa?"

Memang itulah sesuatu yang sangat ingin Jihan tanyakan jika bertemu Rendi. Pasalnya semenjak gadis itu berhenti berkuliah dan pergi dari rumah lamanya, mereka lost contack karena Rendi tak bisa dihubungi.

"Aku juga baik. Maaf, hapeku hilang. Jadi aku juga kehilangan nomer kamu," terang Rendi. "Oh, iya. Kamu pindah rumah? Waktu itu aku ke rumah kamu, tapi kamunya udah nggak tinggal di sana."

"Iya. Sekarang aku ngontrak."

"Sama Jino?" Gadis itu menggangguk. "Gimana kabar dia?"

"Alhamdulillah baik juga. Kapan-kapan kamu main dong ke kontrakan aku, ketemu sama Jino. Dia pasti seneng banget ketemu kamu."

Rendi tersenyum. "Iya, InsyaaAllah."

"Kamu dari mana?"

Yang ditanya tak menjawab. Dia hanya memperlihatkan sebuah novel bergenre horor pada Jihan. Mengetahui buku itu terbungkus plastik yang masih segel, Jihan pun langsung mengerti bahwa Rendi baru saja membelinya dari toko buku yang berada di dekat mereka.

Kupu-kupu Kehidupan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang