Chapter 30. Perdebatan

33 20 44
                                    

Setelah secara terang-terangan diusir oleh Tiara, kini Jihan tengah mengemasi barang-barangnya dan bersiap pergi dari kediaman Azam Hermarendra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah secara terang-terangan diusir oleh Tiara, kini Jihan tengah mengemasi barang-barangnya dan bersiap pergi dari kediaman Azam Hermarendra. Beberapa kali air mata gadis itu berderai karena sedih Tiara tidak percaya bahwa dia tak bersalah.

Jihan tak habis pikir mengapa kotak gelang Anggun bisa ada di lemarinya. Siapa kiranya yang tega dengan sengaja meletakkan kotak gelang itu di lemarinya untuk membuat ia diklaim bersalah? Karena Jihan berpikir, tentu tidak mungkin kotak gelang itu tiba-tiba muncul dengan sendirinya di dalam lemari.

Dan satu hal lagi yang membuat Jihan bertanya-tanya. Yaitu tentang pernyataan Angga yang katanya melihat ia keluar dari kamar Anggun dengan membawa kotak gelang itu. Padahal jangankan menyentuh barang-barangnya, masuk ke kamar Anggun saja Jihan tidak pernah.

Jihan pun sempat berpikir, apakah Angga dan Anggun telah menjebak dirinya dengan sengaja meletakkan kotak gelang itu di lemarinya? Namun, kemudian pemikiran itu Jihan tepis karena ia merasa tidak mungkin mereka melakukan hal itu. Jihan juga merutuki dirinya sendiri karena telah berburuk sangka pada Angga dan Anggun.

"Kakak."

Panggilan itu membuat atensi Jihan teralih ke arah sumber suara saat ia belum selesai mengemasi barang-barangnya. Gadis itu terpaku sejenak melihat sosok Jino yang berdiri di ambang pintu kamar dengan sebuah koper di sampingnya.

"Aku ikut Kakak pergi, ya."

Sontak, Jihan terkejut. "Kamu ini ngomong apa, sih?" Lalu ia berjalan mendekati Jino. "Enggak, Jino. Kamu nggak boleh ikut Kakak. Ini rumah kamu. Masa kamu mau pergi dari rumah kamu sendiri?"

"Anggap aja kepergian aku sebagai bentuk protes karna Kakak diusir dari rumah ini, padahal Kakak nggak salah."

Menghadapi Jino yang sedang dalam mode keras kepala, Jihan memejamkan mata sejenak seraya menghela napas. Kemudian ia berkata, "Jino Sayang, Kakak pergi dari sini itu karna emang udah takdir Kakak. Jadi Kakak harus pergi tapi kamu nggak boleh ikut."

"Tapi Jino mau tinggal sama Kakak," cerungut pemuda itu dengan raut wajah bersedih.

"Meski nggak tinggal bareng, kita tetep bakal ketemu, 'kan? Jadi kamu nggak perlu sesedih itu." Jihan memegang kedua pipi Jino lalu melirik ke arah koper milik pemuda itu. "Ayo, sekarang kamu pergi ke kamar terus balikin semua barang-barang kamu ke tempatnya lagi."

Tak ada respon apa pun dari Jino yang malah menepis kedua tangan Jihan lalu pergi dari sana tanpa membawa kopernya. Arah perginya pemuda itu juga bukan menuju kamar, melainkan menuju tangga dan sepertinya dia akan turun ke lantai bawah.

。◕🦋◕。

"Maksud lo apa tadi belain Jihan?" tanya Anggun pada sang kembaran. Gadis itu bertanya soal Angga yang terkesan seperti membela Jihan saat dia mengatakan pada sang mama untuk melaporkan Jihan ke polisi.

"Harusnya gue yang nanya. Kenapa lo mau masukin Jihan ke penjara? Tujuan awal kita, 'kan, bukan itu."

Jujur, Angga merasa kesal ketika tadi Anggun berkata demikian. Karena tujuan awal mereka adalah membuat Jihan diusir dari sana, tetapi Anggun malah ingin memasukkan Jihan ke dalam penjara. Itu pun atas kesalahan yang sama sekali tidak Jihan lakukan.

Kupu-kupu Kehidupan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang