Chapter 38. Terungkapnya Kebenaran

19 16 10
                                    

Dua tahun kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua tahun kemudian ...

Jino tersenyum bahagia sambil menatap sapu tangan pemberian Jihan yang hingga kini masih ia simpan dan menjadi benda kesayangannya. Pemuda itu baru saja lulus sekolah dan akan melanjutkan pendidikannya ke jenjang kuliah.

"Kak, Jino udah lulus sekolah. Kakak pasti bahagia dan bangga, 'kan, sama aku?" ucap Jino seolah-olah ia sedang berhadapan dengan Jihan dan berbicara padanya.

Tak perlu ditanyakan atau diragukan, apabila Jihan mengetahui kabar baik ini, sudah pasti dia merasa bahagia dan bangga pada adiknya. Dulu saja ketika Jino lulus Sekolah Menengah Pertama, Jihan membuat perayaan kecil-kecilan dengan memasak banyak makanan terutama makanan favorit Jino.

Selain itu Jihan juga memberikan hadiah berupa gelang yang dia rangkai sendiri untuk Jino. Namun, sayangnya gelang itu kini sudah tak lagi melingkar di pergelangan tangan Jino. Karena Anggun yang mengetahui jika itu gelang pemberian Jihan, sudah mengguntingnya secara diam-diam ketika Jino sedang tertidur lalu membuangnya ke tempat sampah.

Masih tiada henti tersenyum sambil menatap sapu tangan itu, Jino tidak sadar jika Anggun memperhatikannya dari ambang pintu kamar yang terbuka sejak beberapa saat yang lalu. Anggun juga mendengar gumaman Jino yang seolah-olah sedang berbicara dengan Jihan.

Anggun lantas masuk ke dalam kamar Jino dengan raut wajah tak suka. Tanpa basa-basi ia langsung merampas sapu tangan tersebut dari genggaman Jino dan sontak membuat Adiknya terkejut. Jino berupaya merebut kembali sapu tangan itu, tetapi Anggun berhasil mencegahnya.

"Jadi sapu tangan ini dari Jihan, ya? Selama ini kamu masih nyimpen barang dari dia ternyata."

"Balikin sapu tangan itu, Kak!"

"Nggak akan!" balas Anggun dengan mata yang memekik tajam. "Sapu tangan ini harus lenyap!"

"Apa, sih, maunya Kak Anggun? Apa belum cukup Kakak buat aku sama Kak Jihan lost contack?" Jino bertanya dengan intonasi tinggi yang terdengar sampai keluar kamar hingga menarik perhatian Angga untuk menghampiri mereka.

"Belum! Kakak mau kamu ngelupain Jihan! Nggak ada sedikit pun tentang dia di ingatan kamu," jawab Anggun dengan sejujurnya.

"Oh, gitu." Jino pura-pura tersenyum. "Kalau gitu silakan aja Kakak buang sapu tangan itu. Atau mungkin mau dibakar? Silakan aja, Kak. Tapi percuma. Karna sampai kapan pun aku nggak akan pernah bisa ngelupain Kak Jihan."

"Ada apaan, sih, ini?" Angga datang dan langsung menanyakan duduk perkaranya.

"Nah, bagus banget Kak Angga dateng. Silakan kalian berdua lenyapkan satu-satunya kenangan tentang Kak Jihan yang aku punya. Aku nggak akan ngelarang, kok." Usai berkata demikian, Jino lantas duduk di tepian kasur dan memainkan ponselnya.

"Hah?" Angga mengernyit tak mengerti. "Ada apa, sih? Jino kenapa? Kayaknya dia marah banget." Ia bertanya pada Anggun dengan suara yang lebih pelan, tetapi masih bisa didengar oleh Jino.

Kupu-kupu Kehidupan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang