Akankah Dendam Itu Hilang?

644 33 0
                                    

Suasana malam itu membuat Andre dalam situasi yang tidak diharapkan. Ia dipaksa keadaan untuk memaafkan orang-orang yang sudah membuat keluarganya hancur.

"Nggak! Aku nggak bisa memaafkan kalian setelah semua penderitaan yang ku alami bertahun-tahun," pekik Andre saat Dion meminta adiknya itu memaafkan Galih dan Mamanya.

"Kamu bicara begini karena Galih sahabat kamu kan? Kamu enak, Mas. Hidup kamu dalam kemewahan saat kita berpisah. Sedangkan aku? Aku harus berjuang mati-matian demi bertahan hidup."

"Dan kamu tahu, aku harus menjaga Mama yang mengalami gangguan kejiwaan. Dibully karena memiliki orang tua gila bertahun-tahun. Karena apa? Karena mereka!" bentak Andre menunjuk ke arah Nyonya Amira dan Galih.

"Andre, apa belum setimpal atas semua yang kamu lakukan padaku? Aku sudah kehilangan semuanya. Aku cacat seumur hidupku. Aku kehilangan istri. Kehilangan karir dan bahkan seumur hidupku tidak ada wanita yang mau menikah dengan laki-laki cacat seperti aku. Apa itu kurang? Apalagi yang mau kamu lakukan? Lakukanlah sekarang," teriak Galih.

"Heh, diam kamu! Itu belum seberapa dengan semua penderitaan aku di masa lalu bersama Mama!" hardik Andre.

Semua terdiam. Andre tidak bisa menahan tangisnya lagi. Ia terpuruk. Bersimpuh di hadapan Mamanya yang terus saja menangis. Mengingat bagaimana perjuangannya dulu tidak dihargai.

Di hempas begitu saja oleh pria yang sudah memberinya 2 orang anak lelaki tampan. Hanya karena kehadiran seorang janda yang dianggapnya pantas untuk ditolong.

Dion bisa memahami bagaimana penderitaan adiknya dulu. Bagaimana ia bertahan hidup dan harus mengurus Mamanya. Mencari Dion dan menghadapi berbagai bullyan. Itu nggak mudah baginya.

"Andre, Mas nggak bermaksud membela siapapun. Tetapi, mau sampai kapan ka—"

"Sampai mereka hancur, Mas. Sampai aku puas ...." bentak Andre.

"Andre, kamu mau apa, Nak? Mama akan lakukan apapun agar kamu bisa memaafkan Mama. Tolong, jangan sakiti Galih. Cukup sudah penderitaan dia. Mama yang salah, jangan Galih yang harus menanggung semuanya," ucap Amira memelas.

"Saya justru senang melihat drama ini. Menyakiti Galih, itu akan membuat anda tersiksa. Itu yang bisa buat saya puas!" bisik Andre di telinga Ibu tirinya itu.

Amira terisak. Demi membela Galih, ia rela bersimpuh di kaki Andre. Agar Galih tidak harus menanggung semua kesalahannya di masa lalu.

Amira pun bersimpuh, bahkan nyaris mencium kaki Andre andai saja saat itu Raline tidak mencegahnya.

"M,a, cukup, Ma!" teriak Raline. Raline pun langsung membantu Nyonya Amira berdiri. Ia tidak mau, mantan mertuanya itu mengemis hingga harus merendahkan harga dirinya demi sebuah kata maaf.

"Andre! Sekeras inikah hati kamu? Di mana Andre yang kukenal dulu?" pekik Raline.

Andre pun diam. Ia menatap nanar wajah Raline, sahabat baiknya. Sahabat yang sudah lama ia kagumi.

"Raline, demi persahabatan kita. Tolong, jangan ikut campur masalah ini," pinta Andre dengan suara terisak.

"Nggak bisa, Andre. Bagaimanapun juga dia neneknya Austin. Galih itu Ayahnya Austin. Aku nggak mau, Austin—"

"Cukup, Raline! Laki-laki seperti dia nggak pantas menjadi suami untuk kamu. Juga Ayah untuk Austin," pekik Andre.

"Lalu siapa yang pantas untuk mereka? Kamu, Andre?" teriak Hamid.

"Apa maksud kamu?" pekik Andre.

"Come on, aku tahu, kamu juga mencintai Raline kan?" bentak Hamid.

"Apa sih maksud kamu Hamid?" cecar Raline. Ia semakin tak paham dengan pertengkaran ini.

AKUN KLONINGAN SUAMIKU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang