Harus Memilih

168 7 0
                                    

Raline akhirnya kembali ke rumahnya. Wanita yang dinyatakan tim dokter sudah mengalami cacat permanen dengan semangat dari sang suami yang begitu mencintainya pun memasuki rumah megahnya.

Walau matanya kini tak dapat melihat bagaimana Hamid menata dengan rapih rumah itu demi menyambut kepulangannya, Raline dapat merasakan wangi harum bunga Rose kesukaannya.

"Mas, kamu taruh bunga Rose ya di ruangan ini?" tanya Raline dengan wajah tersenyum di atas kursi rodanya.

"Iya, Sayang. Ini kan  bunga kesukaan kamu," jawab Hamid mengenggam tangan Raline. Hamid pun berlutut dihadapan istrinya itu.

Nyonya Marissa dan Tuan Amran yang ikut mengantar kepulangan Raline pun akhirnya duduk di sofa berwarna keemasan itu menatap anak dan menantunya yang memasuki kamar utama.
mi

"Sayang, kamu istirahat dulu ya. Aku temani Mami sama Papi dulu. Nggak enak kalau ditinggal," pamit Hamid. Raline pun memutuskan beristirahat di ranjang empuk itu.

Hamid pun menghampiri kedua orang tuanya yang sedang berbisik di ruang tamu. Walau ia tak mendengar jelas, Hamid yakin jika Maminya itu sedang kembali memperdebatkan keputusannya mempertahankan Raline.

"Mi, Pi, mau minum apa? Biar Hamid buatkan. Mbak yang bantu di sini soalnya baru mulai kerja lagi besok," ujar Hamid.

"Hamid, Mami mau bicara!" sergah Marissa saat Hamid hendak melangkah menuju dapur.

"Mau sampai kapan kamu menghabiskan waktu mengurusi istri kamu yang nggak ada gunanya itu," celetuk Nyonya Marissa ketus.

"Mami!" bentak Amran.

"Pi, mau sampai kapan Papi membela anak ini? Mengurus perusahaan itu nggak bisa seenaknya. Nanti dia sibuk mengurusi istrinya yang cacat itu, perusahaan terbengkalai. Kalau bangkrut gimana?"

"Kalau gini, mending Lexy. Jelas anak kandung," pekik Marissa yang kembali menyinggung status Hamid dan Lexy yang bukan saudara kandung.

"Istigfar, Mi. Mau sampai kapan kamu mempermasalahkan itu lagi dan lagi. Kamu nggak capek?" bentak Amran.

Pertengkaran kedua orang tuanya justru membuat Hamid jadi serba salah dan merasa tidak enak hati. Raline pun ternyata mendengar pertikaian itu.

"Apa yang ku khawatirkan pun terjadi," batin Raline.

****

Lexy yang sudah mendapatkan kabar terbaru dari Maminya pun memutuskan sementara waktu kembali ke Jepang. Pria itu ingin menjenguk Raline dan Austin. Sejak kejadian itu, Lexy memang hanya mendapatkan kabar dari sang Mami.

Tanpa memberitahu kepulangannya, Lexy pun langsung dari bandara menuju rumah Hamid dan Raline. Tujuan utamanya adalah melihat Raline, wanita yang masih begitu dicintainya.

Pintu pun terketuk. Tidak seperti biasanya, Raline dan Hamid keheranan ada yang datang bertamu di saat jam-jam tak biasa. Hamid pun meminta asistennya membukakan pintu.

"Lexy?" panggil Hamid yang langsung berdiri menyambut kedatangan adik semata wayangnya itu.

"Mas, gimana kabarmu? Raline sama Austin gimana kabarnya?" tanya Lexy yang matanya berkeliling mencari keberadaan Raline dan Austin.

"Yuk, kita ke kamar. Raline pasti senang lihat kamu datang," ucap Hamid yang langsung mengajak Lexy masuk ke dalam kamarnya.

Terlihat Raline sedang beristirahat. Sejak divonis mengalami cacat permanen, Raline hanya bisa duduk di atas kursi rodanya dan berbaring di atas ranjangnya.

"Begitulah keadaannya. Kamu hibur dia ya.Mas tinggal keluar. Biar kalian nyaman bicara berdua,"ucap Hamid yang langsung keluar dari kamarnya.

"Assalamualaikum, Raline ...." sapa Lexy yang kini duduk di samping ranjang empuk itu.

AKUN KLONINGAN SUAMIKU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang