Bahagiamu Adalah Bahagiaku

354 14 0
                                    

Bahagianya Hamid begitu terpancar jelas saat ia sudah resmi menjadi suami Raline. Wanita yang dicintainya sejak di bangku sekolah dulu.

"Aku bahagia banget, akhirnya kita bisa mewujudkan impian kita dulu. Kamu bahagia nggak, Sayang?" tanya Hamid sambil menggendong Austin di atas pelaminan.

"Bahagia, Mas. Nggak nyangka banget ya, akhirnya kita bisa menikah dan alhamdulilah akhirnya kedua orang tua kamu mau merestui hubungan kita," ucap Raline berusaha tersenyum.

"Tapi ...."

"Kenapa, Sayang? Kok wajah kamu jadi sedih. Ada apa? Cerita sama aku," tanya Hamid.

"Sisil ke mana? Kenapa dia nggak datang, Mas?" tanya Raline dengan wajah sedih.

"Eh iya ya. Ke mana ya? Apa dia ada sesuatu?" sahut Hamid.

Hamid pun langsung mengambil ponsel di sakunya dan memanggil nomor Sisil. Tetapi, tidak ada jawaban apapun dari sahabat baiknya dan Raline itu.

"Gimana, Mas?" tanya Raline. Hamid hanya menggeleng.

Beberapa saat berlalu, ponsel Raline pun berdering. Ternyata ada pesan masuk. Dari Sisil yang memutuskan berpamitan karena ia memutuskan tinggal di Amerika dan menyerahkan semua perusahaan atas nama Hamid dan Raline.

[Maafkan aku jika nggak membicarakan hal ini sebelumnya sama kalian. Aku nggak mau membuat kalian sedih menjelang pernikahan. Aku harap, kalian bisa memahami keputusanku ini.]

[Aku harus menetap di Amerika sampai kesehatan Mamiku membaik. Kasihan jika Sasa harus sendirian merawat Mami di sana. Aku selalu berdoa untuk kebahagiaan kalian. Take care ya. Walaupun jauh, aku akan selalu ada buat kalian. Miss you ....]

"Mas,coba lihat ini," ujar Raline. Hamid pun membaca dengan serius chat Sisil itu. Hamid merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh sahabatnya itu. Tetapi, Hamid memilih diam dan tidak mengatakan kegelisahannya itu pada sang istri.

"Nanti saja deh aku bahas ini sama Raline kalau semuanya udah jelas," batin Hamid. Hamid tak ingin merusak hari bahagianya bersama Raline dengan sesuatu yang belum pasti.

"Maafkan aku, Raline. Aku yakin, Hamid bisa menjaga dan membahagiakan kamu. Maaf, jika aku harus pergi dari kehidupan kalian," batin Sisil. Ia pun melangkah pergi, meninggalkan area gedung acara pernikahan kedua sahabatnya itu.

Saat Sisil berjalan meninggalkan area gedung, di sudut lain, Andre pun menyadari kehadiran Sisil yang hanya melihat dari kejauhan.

"Loh, itu bukannya Sisil?" batin Andre. Andre pun berlari mengejar sahabat Raline itu. Tetapi, sayangnya Andre kehilangan jejak.

.............


Sisil akhirnya kembali ke apartemennya. Ia mulai menyiapkan seluruh barang bawaannya untuk segera berangkat ke Amerika. Di sanalah, tempatnya menepi. Melupakan cintanya pada Hamid.

"Maafkan aku. Aku nggak sanggup berpamitan langsung sama kalian. Aku harus pergi dan menjauh dari kehidupan kalian. Semoga kalian selalu bahagia," gumam Sisil. Airmatanya pun berlinang tanpa bisa ditahannya lagi.

Setelah menyelesaikan pekerjaannya, ia memutuskan sejenak beristirahat sebelum keberangkatannya. Sisil pun memasang alarm di ponselnya pukul 22.00 malam.

Beberapa jam kemudian

Alarm pun berbunyi. Sisil bergegas mandi dan bersiap menuju bandara Soekarno-Hatta. Setelah memastikan taksi yang dipesannya berada di lobi apartemen, Sisil pun bergegas turun.

"Pak, tolong bantu bawa kopernya ya. Saya harus segera ke bandara," ucap Sisil saat sang supir membukakan pintu mobil untuknya.

"Baik, Bu."

AKUN KLONINGAN SUAMIKU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang