Chapter 3

1.1K 44 14
                                    

Selamat datang di chapter 3

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (suka gentayangan ke mana-mana)

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like and enjoy this story ass well

❤️❤️❤️

______________________________________________

Does it scare you?
That you might love someone that much someday,
just to lose them too?

—Cheryl McIntyre
______________________________________________

“Eh buset, merinding gue baca WA-nya Yang Mulia Ratu,” racau Tito lantas melempar ponsel ke meja bar setelah dengan amat terpaksa membagikan lokasi dirinya berada kepada Jameka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Eh buset, merinding gue baca WA-nya Yang Mulia Ratu,” racau Tito lantas melempar ponsel ke meja bar setelah dengan amat terpaksa membagikan lokasi dirinya berada kepada Jameka.

“Apaan?” tanya Lih Gashani—sahabat Tito—yang kebetulan baru selesai memesan segelas goblet rum cokelat tanpa campuran apa pun dan shisha[4] kecil ke bartender.

Lih duduk di sebelah Tito dan melihat pria dengan kemeja biru dongker itu tampak berbeda. Seperti tidak berminat menggoda wanita seksi yang duduk bersama teman-temannya di sebelah kanan mereka. Padahal biasanya kalau ada yang bening-bening sedikit saja tertangkap mata, Tito pasti langsung mengeluarkan jurus buaya buntungnya dengan rayuan ulung.

“Noh, kakak boss lo mau ke sini,” jawab pria bertato itu, memelototi ponsel dan menunjuk-nunjukknya secara ganas.

Kening Lih berkerut samar. “Lah? Bukannya tadi udah lo anter ke rumah om Ale?”

“Iya, makanya gue ngajakin lo ke sini.”

Lih pun semakin bingung. “Terus?”

“Ya kagak tahu kenapa tiba-tiba dia mau nyusul gue. Pakai acara mau minum-minun lagi, padahal besok ada rapat pagi,” terang Tito sambil mengedikkan bahu lalu membuka tangan lebar-lebar untuk mempertegas penjelasannya.

Sehingga membuat Lih berasumsi, “Galau kali.”

“Galau mulu. Udah putus berapa lama sih ama yang onoh? Masih aja galau,” cerocos Tito. Mengalihkan perhatian dari Lih dengan mengangkat sebelah tangan untuk memanggil bartender. Mengingat besok rapat pagi, ia memesan segelas pilnser bir yang bisa ditoleransi oleh tubuhnya sehingga tidak akan menyebabkannya mabuk.

“Tiap orang kan beda-beda, To,” balas Lih diplomatis. Shisha pesanannya datang. Selesai berterima kasih, ia mengambil pipa hitamnya. Gemuruh air dalam tabung terlihat, tetapi tidak bisa didengar karena musik yang lebih mendominasi ketika Lih menyedot pipa tersebut. Kemudian mendongak, membagi asapnya yang serupa kepulan awan putih tebal ke atas melalui hidung dan mulut.

TAMING THE BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang