Chapter 11

593 33 33
                                    

Selamat datang di chapter 11

Tinggalkan jejak dengan vote, komen atau benerin typo-typo yang bertebaran

Thanks

Happy reading everybody

Hopefully you will love this story like me

❤️❤️❤️

____________________________________________________

Kamu memang seperti lempeng bumi, bergeser sedikit saja sudah mengguncang hatiku

Tanpa Nama
____________________________________________________

—Tanpa Nama____________________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tito memejam sambil meresapi. Ini bibir atau permen gula-gula, sih? Sudah manis, kenyal pula. Ia jadi ingin mengigitinya terus-menerus dalam taraf menggoda sang pemilik agar mempersilakannya menyelinap dan menjelajah. Memperoleh cecapan rasa manis lebih banyak, lebih nikmat. Lidah Tito sungguh ingin bermain-main di sana sambil mempekerjakan tangannya yang memegangi dagu Jameka untuk dialihkan fungsikan turun ke kancing kemeja wanita itu. Lalu, ia akan—

“To? Tito? Hei! Kadal Sawah! Pagi-pagi bengong aja lo!”

Hardikan Jameka membuat Tito diterjang gelombang badai kejut. Pria itu pun mengerjap beberapa kali dengan kening berlipat-lipat. Ia melihat Jameka masih duduk di kursi di balik meja CEO. Jaraknya beberapa langkah dari dirinya yang—rupanya—masih berdiri di dekat ambang pintu. Lengkap dengan helm yang masih terpasang di kepalanya, yang didapatinya ketika ia mengernyit untuk menuntun bola matanya ke atas, tepat mengarah ke helm tersebut.

Demi Neptunus! Jadi, semua itu hanya fantasi Tito belaka? Iya? Hah, bisa gila Tito.

Padahal Jameka jelas bukanlah jenis narkotika—yang tidak pernah Tiro sentuh sama sekali. Namun, kenapa bisa sampai membuatnya nge-fly begini? Tito jadi merasa tidak waras.

Pria itu pun meraba kepalanya sekali lagi. “Ini konsep gaya baru,” jawab Tito asal-asalan sambil melepas helm yang warnanya senada dengan Vespa Lih itu. Lalu ia kembali menuntut, “Lo masih ngambek atau gimana? Kok tumben naik mobil sendiri?”

Bibir Jameka menipis. Mulai lagi, nih, si kadal sawah. Pagi-pagi udah ngajak perang. Maka, semakin malas pula Jameka meladeni Tito. Sehingga memilih untuk menjawabnya dengan logika yang ada demi menyembunyikan fakta sebenarnya. Serta berharap Tito tidak mempermasalahkan lagi. “Gue kagak ngambek kok. Cuma kangen si Maser aja. Udah lama banget nggak nyetir dia. Nggak enak juga sebenarnya lo anter-jemput gue terus. Dikiranya gue manja. Lagian, basecamp berlawanan arah sama kondo gue dan Heratl.”

Tito ingin meneriaki Jameka bahwa ia sama sekali tidak keberatan harus mendaki gunung lewat di lembah seperti Ninja Hatori. Atau mendayung sampan melewati benua-benua seperti Christopher Columbus yang melalang buana. Atau harus menjerang badai pasir di gurun Sahara demi menjemput Jameka. Namun, ia tidak melakukannya dan lebih memilih menyindir, “Bilang aja kalau mau nge-date. Nggak perlu pake alibi gitu.”

TAMING THE BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang