Chapter 36

141 13 7
                                    

Selamat datang di chapter 36

Tinggalkan jejak dengan vote, komen atau benerin typo-typo yang bertebaran

Thanks

Warning! Deep talk 18+ ya!

Happy reading everybody

Hopefully you will love this story like me

❤️❤️❤️

____________________________________________________

Cinta adalah suatu misteri yang terselubung sepanjang zaman, mengendap-endap di balik penampilan dan menjadikan hati kita sebagai sarangnya

Tanpa Nama
____________________________________________________

“Gue masih bisa denger lo ketawa, ya, Kadal Sawah!” omel Jameka setelah mengelap wajah basahnya menggunakan handuk yang baru diambilnya dari lemari Tito

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Gue masih bisa denger lo ketawa, ya, Kadal Sawah!” omel Jameka setelah mengelap wajah basahnya menggunakan handuk yang baru diambilnya dari lemari Tito. Kendati kelopak matanya sudah disabun beberapa kali, tetapi masih semriwing. Namun, setidaknya sudah tidak separah tadi. Walau tentu saja ia sekarang harus menyipit jika ingin melihat.

Tito sendiri berdiri di dekat jendela, menyasarkan pandangan ke luar, dan segera menghitung buah rambutan yang hampir matang di pohon guna berusaha menghapus ingatan ekspresi kocak Jameka.

“To, kamisol dan rok gue basah gara-gara lo siram, nih!”

Telunjuk Tito berhenti di rambutan ke-15. “Ambil kaus gue di lemari,” jawabnya enteng sebelum lanjut menghitung lagi.

“Kalau gitu lo merem! Jangan lihat! Jangan ngintip!” titah Jameka saat sudah mengambil kaus Tito di lemari sebelah meja kerja setelah meletakkan handuk di tempatnya. Ia mengambil kaus asal, tepat di urutan teratas.

“Bah! Ngintip doang .... Padahal gue udah pernah pegang. Lo suruh malah,” gumam Tito lalu lanjut menghitung rambutan sambil menunjuk-nunjuknya. Jikalau Jameka tidak menyita ponsel, kunci mobil dan kunci kamarnya, pasti ia tidak akan terjebak di sini. Pasti ia sudah membeli es jeruk cekek yang segar diteguk di tengah cuaca panas terik ini sambil makan gorengan seperti Arga dan kawan-kawan tadi. Pastinya ia tidak akan terjerumus ke percakapan yang menjurus ke hal-hal yang dapat menggoyahkan imannya yang selemah kanebo basah.

“Lo bilang apa barusan, To?” tanya Jameka.

“Udah pernah pegang,” ulang Tito.

“Mesum lo, To!”

“Gue cowok normal, ya! Lo yang nyuruh juga waktu itu. Lagian kenapa lo mancing-mancing mulu dari tadi, sih? Gue bikin lutut lo geter sampai nggak bisa jalan, entar nangis! Ngadu ke si Bos,” cerca Tito.

TAMING THE BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang