Mature content 21+
Dirty mind, dark secret
Menjadi playboy selama bertahun-tahun tentu menjadikan Tito Alvarez ahli dalam menakhlukkan banyak wanita.
Bagaimana apabila ia menyukai Jameka Michelle--kakak sahabatnya yang sudah tahu seluk-beluk, luar-d...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Udah siap?” tanya Tito begitu mendengar langkah-langkah kaki Jameka menuruni tangga. Bertepatan dengan dirinya yang baru saja selesai menali sepatu.
Tito mendongak, menatap Jameka yang sudah berdiri di depan sofa yang ia diduduki. Mereka spontan saling berpandangan untuk menilai penampilan masing-masing.
“This isn’t bad, right? Kita masih cocok jadi anak SMA,” komentar Jameka dengan pipi yang sejak tadi naik terus. Dengan bangga, ia berkacak pinggang sebelum berputar pelan untuk menunjukkan penampilannya pada Tito.
Tito mengangguk, cukup puas dengan Jameka yang tak berdandan sama sekali. Wajah wanita itu bersih, mulus, mengilat, tanpa kerutan pertama tergerusnya usia, dengan bibir merah natural yang seakan-akan baru saja dicium. Namun, Tito tidak ingin mengisi pikirannya dengan hal-hal kotor. Bagaimanapun, mereka sedang berlagak jadi anak SMA. “Lo kelihatan lebih muda beberapa tahun kalau nggak pakai mekap kayak gini, Jameka. Masih cocok banget pakai seragam ini,” pujinya tulus. “Dan gue bercanda. Emang belum ada kerutan di wajah lo.”
“Ya emang! Gue, kan, masih SMA sekarang!” seru Jameka percaya diri guna menutupi kerikuhannya yang bertambah akibat pujian Tito yang bertambah. “Ayo berangkat!” Dengan semangat menyala-nyala bagai api baru disulut, ia menggamit lengan pria itu yang sudah bangkit dari sofa. Mereka pun berjalan keluar.
“Kita mau ke mana dan ngapain aja? Gue nurut sama lo, Yang Mulia Ratu Jameka Michelle.”
Tawa kecil mengudara dari mulut Jameka. Masih seriang tadi, ia membeberkan, “Gue udah bikin beberapa rencana. Pertama-tama kita ke Pak Man dulu ngisi perut. Jujur gue laper banget belum makan. Abis itu ke Dufan, nyoba beberapa permainan kayaknya seru, deh! Terus kita bisa nonton, dan pulangnya ke warteg langganan lo yang katanya buka dua puluh empat jam itu.”
Rencana-rencana Jameka terdengar sempurna bagi Tito. Selayaknya anak SMA yang berpacaran sehabis pulang sekolah. Tito tidak ingin berharap atau mengutarakan pikirannya, takut Jameka lari atau ngambek lagi. Paling penting, ia tidak ingin ditolak; sudah cukup hatinya sakit akibat penolakan Jameka, lalu ujung-ujungnya mereka tidak jadi pergi. Dan Tito akan berakhir menelan pil kekecewaan kembali. Jadi, ia harus belajar dari pengalaman.