Chapter 32

288 16 4
                                    

Selamat datang di chapter 32

Tinggalkan jejak dengan vote, komen atau benerin typo-typo yang bertebaran

Thanks

Happy reading everybody

Hopefully you will love this story like me

❤️❤️❤️

____________________________________________________

It’s hard to wait for something you know might never happen, but it’s even harder to give up when you know it’s everything you want.

Anonymous

____________________________________________________

Bilamana susunan kata yang terangkai menjadi kalimat bisa membunuh, mungkin saat ini Jameka sudah mati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bilamana susunan kata yang terangkai menjadi kalimat bisa membunuh, mungkin saat ini Jameka sudah mati. Ia merasa udara di sekitar berkurang drastis, sehingga menyebabkan dirinya kesulitan bernapas. Bagai ikan menggelepar di tanah tandus yang mencari air. Seiring dengan suasana di meja itu yang kontan menegang.

Dengan jantung yang berdetak sepuluh kali lipat melebihi kinerja normal, Jameka melihat Kevino. Pria itu yang semula menguyah dan memandang makananya spontan berhenti.

Ya Tuhan .... Semoga Kevino nggak lagi cocokologi sesuatu, harap Jameka. Hal terakhir yang ia inginkan ialah membuat Kevino kecewa dan berakhir meninggalkannya. Beruntungnya Carissa menyelematkan dirinya dengan memecah keheningan.

“Udahlah, Ayang. Jangan dibahas lagi. Itu juga salah sangka doang, kan? Pasti itu cuma cewek gila yang ngaku-ngaku kamu hamilin. Aku nggak mau mikir lagi. Aku nggak mau kita berantem gara-gara itu.” Carissa mengusap-usap lengan Tito. Merasa senang karena dirinya dibela pria itu. Rasa cemburunya terhadap Jameka tadi sudah hilang sama sekali.

“Ya udah ayo lanjut makan. Semuanya udah clear, kan?” ajak Gavino yang tak sabar menyantap escargot pesanannya.

Sisa makan malam berakhir dengan lancar. Namun, Jameka menyadari perubahan pada diri Kevino. Kekasihnya itu tampak lebih pendiam daripada tadi dan tak menatapnya sama sekali. Kegamangan menyelimuti Jameka bagai kegelapan menyelimuti langit. Seperti gumpalan awan kelabu sebelum hujan dan terjadi angin topan yang bisa memporak-porandakan segalanya. Jameka berharap makan malam kali ini tidak akan merusak segala hal yang telah mereka bangun bersama.

Kegamangan Jameka terus bertambah saat sepanjang perjalanan menuju kondominiumnya, Kevino tetap diam. Kendati tak suka berbasa-basi, Jameka berusaha memecah keheningan. “Baby, minggu ini jadi ke Bandung nggak?”

“Kayaknya nggak bisa,” jawab Kevino tanpa melihat Jameka. Padahal selama pacaran, tak pernah sekalipun pria itu bersikap begitu dingin kepada Jameka.

TAMING THE BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang