Chapter 23

273 16 7
                                    

Selamat datang di chapter 23

Tinggalkan jejak dengan vote, komen atau benerin typo-typo yang bertebaran

Thanks

Happy reading everybody

Hopefully you will love this story like me

❤️❤️❤️

____________________________________________________

Fuck mencintaimu dalam diam. Aku ingin mencintaimu dengan ugal-ugalan.”

—Tanpa Nama
____________________________________________________

Sembari memejam, Jameka mengeluarkan karbon dioksida melalui hidung dan mulut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sembari memejam, Jameka mengeluarkan karbon dioksida melalui hidung dan mulut. Kelegaan memang terasa, tetapi ia sadar tidak akan bertahan lama. Masih ada yang harus ia hadapi dan hasilnya belum tentu melegakan juga. Apalagi dilihat dari konteksnya. Jameka yakin “kelegaan” hanya diprediksi satu persen saja. Selebihnya ....

Jameka menghentikan pikirannya. Sebelum menuruni tangga pesawat di urutan penumpang terakhir, matanya menyipit, tangannya memayungi wajah ketika memindah tatapan ke atas guna mengecek cuaca Jakarta yang terang benderang.

Padahal tadinya Jameka mengira akan ada penundaan penerbangan atau semacamnya, yang rupanya tidak terjadi. Jadwal pesawatnya tepat waktu sehingga secara otomatis juga tiba tepat waktu. Harapannya untuk berlama-lama terkungkung dalam kelegaan selama di New York atau di pesawat sebelum berhadapan dengan sesuatu di Jakarta tidak terkabul. Entah hanya perasaan Jameka semata atau memang benar adanya waktu cepat berlalu.

Setelah menyematkan kacamata hitam, Jameka mengantre koper di ban berjalan. Tidak sampai lima menit berselang, ia sudah menggeretnya keluar dari pintu kedatangan. Di sekelilingnya ramai orang berlalu-lalang dengan urusan masing-masing. Seorang wanita sedang menelepon meminta maaf kepadanya ketika tak sengaja menyenggol kopernya. Jameka cuek saja dan lanjut mencari-cari taksi. Menemukan satu, ia melambai-lambai kepada sang sopir.

“Tolong koper saya, Pak,” pinta Jameka kepada sopir taksi yang turun dari kendaraan tersebut untuk menyambut Jameka. Sambil tersenyum ramah, pria tua itu kemudian mengangguk dan membantu Jameka memasukkan koper ke bagasi.

“Ke mana ini, Teh?” tanya sang sopir dengan logat Bandung kental. Logat itu mengingatkan Jameka akan Kevino yang notabene orang Bandung. Janji mengunjungi orang tua pria itu telah Jameka langgar secara sepihak demi menuntaskan urusannya. Kini ia berdebar-debar sebab kecemasan mulai merasukinya. Ia mengalihkan pikiran itu sejenak untuk menjawab sopir taksi ke mana ia akan pergi.

Kendaraan mulai berjalan. Jameka melihat ke luar jendela. Ia tak fokus memperhatikan sesuatu sebab Kevino masih membekas dalam pikirannya. Bagaimanapun, seminggu tanpa memberi kabar kepada Kevino pasti akan sangat membuat kebingungan pria itu. Jameka amat sadar, tetapi harus melakukannya lantaran ingin menuntaskan masa lalu. Bila ada Kevino yang menemani proses tersebut, Jameka tak yakin bisa. Menurutnya, sesuatu seperti itu harus datang dari hati pribadi masing-masing. Bukan atas kehendak atau paksaan orang lain.

TAMING THE BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang