Chapter 17

331 18 1
                                    

Selamat datang di chapter 17

Tinggalkan jejak dengan vote, komen atau benerin typo-typo yang bertebaran

Thanks

Happy reading everybody

Hopefully you will love this story like me

❤️❤️❤️

____________________________________________________

Aku bukan pencemburu. Aku hanya suka ingin memukul setiap pria yang melihatmu lebih dari dua kali.

Tito Alvarez
____________________________________________________

—Tito Alvarez____________________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kinerja Lih Gashani jauh beda dengan Tito Alvarez. Meski telah mempelajari semua seluk-beluk Heratl, terutama bagian jadwal Jameka untuk beberapa hari ke depan selama Tito belum kembali, Lih tidak seberapa cekatan. Pria pendiam itu lebih mirip anak anjing yang mengekori majikannya daripada asisten pribadi CEO. Contohnya seperti sekarang.

“Iya, Jang. Jadwal yang barusan lo konfirmasi dari klien catet di buku catetan. Tito udah ngasih lo buku jadwalnya, kan? Aktifin pengingat juga biar nggak lupa.”

Lih yang duduk di kursi depan meja CEO pun menggaruk kepala menggunakan ujung pena yang tumpul. Setelah berpikir selama beberapa detik, ia lantas menulis semua yang diarahkan Jameka di buku catatan kecil milik Tito. Lalu ia memindah ke pengingat di ponsel.

“Nah, gitu, dong,” puji Jameka yang diam-diam bernapas lega. Akhirnya ia bisa membimbing anak anjing satu ini. Ia jadi bangga pada dirinya sendiri sekaligus pada Lih yang mau berusaha.

“Udah, Yang Mulia Ratu,” lapor Lih, menunggu titah selanjutnya, tetapi rupanya tidak ada tindakan lain dari Jameka.

“Good job. Good boy, Bujang.”

Kedua alis Lih mengernyit lantaran tersinggung. Kok, gini banget? Kayak anjing aja, batinnya. Namun, ia jenis manusia yang tidak ingin ambil pusing dengan urusan remeh temeh. Terutama ketika ia mengenal baik Jameka. Wanita itu memang sering kali berbicara blak-blakan dengan wajah dan intonasi datar. Kendati kadang-kadang tersurat, bahasa yang digunakan Jameka juga agak ekstrem. Sekali lagi Lih bersyukur lantaran sudah mengenal lama Jameka. Kalau belum, ia pasti sudah mengobrak-abrik tempat ini.

“Habis Tito balik, kayaknya lo harus magang di sini, deh. Biar nggak balapan mulu isi hidup lo,” usul Jameka. Sesekali ia memeriksa berkas di depannya, meneliti satu per satu. Barangkali ada hal yang luput dari perhatiannya.

Sayangnya membujuk Lih tidak semudah berkedip atau membalik telapak tangan. Selain menghindari hal-hal rumit, Lih juga tidak terlalu percaya diri. Oleh karenya balapan ialah satu-satunya hal yang cocok bagi Lih. Pekerjaan yang sangat gampang. Hanya mengumpulkan masa—itu pun tugas Arga, lalu kong-kalikong dengan kedua belah pihak yang akan balapan sesuai uang taruhan yang didapat dari kubu masing-masing. Selanjutnya bagian pacarnya Arga yang memulai sesi balapan sesuai penetapan berapa putaran dengan hadiah yang disepakati atau dipertaruhkan.

TAMING THE BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang