Pukul 8 malam, Harsa telah kembali ke rumah bersama ayah dan juga Caka tentunya. Meskipun dokter mengatakan akan jauh lebih baik bagi Harsa untuk tetap berada di rumah sakit hingga esok pagi. Tapi Harsa bersikeras kalau ia ingin pulang ke rumah. Katanya, tidak ada waktu untuk terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Sudah waktunya bagi Harsa untuk menjalani hari-harinya, terlebih Harsa tidak ingin meninggalkan sekolahnya lagi.
Kini, ayah membantu Harsa merebahkan tubuhnya di atas kasur yang sudah seharian ini ditinggalkan oleh empunya. Tak lupa menarik selimut tebal itu hingga menutupi setengah tubuh Harsa agar tubuhnya itu tidak kedinginan di malam hari. Setelahnya tangan ayah bergerak mengusap puncak kepala Harsa. Detik itu juga Harsa seketika mengarahkan maniknya pada sang ayah yang kini tengah menampilkan senyum di wajahnya yang tampak lelah. Sisi lembut dari sang ayah yang terkesan tiba-tiba itu tentu membuat Harsa terkejut dan terdiam untuk beberapa saat demi merasakan setiap sentuhan lembut yang ayahnya berikan.
"Lampu kamarnya mau ayah matiin?" tanya ayah setelah menarik tangannya kembali. Harsa hanya menganggukkan kepalanya dan membiarkan ayah mematikan lampu kamarnya.
Setelah lampu kamar dimatikan, Harsa tak lagi mendengar suara ayah. Hanya terdengar suara pintu kamar yang ditutup dan itu artinya ayah baru saja meninggalkan kamarnya tanpa sepatah kata apapun lagi.
Di dalam kamarnya yang gelap, Harsa lagi-lagi terdiam menatap kosong langit-langit kamarnya. Seolah lupa dengan kondisi tubuhnya yang masih lemah dan butuh istirahat, Harsa memilih untuk menunda memejamkan matanya.
Mengingat bagaimana sikap ayah padanya seharian ini, sungguh menarik otak Harsa untuk kembali berpikir. Mulai dari Harsa yang samar-samar mendengar ayah yang meminta maaf padanya ketika mengangkat tubuh Harsa yang kesakitan. Wajah khawatir ayah yang pertama kali Harsa lihat ketika membuka matanya. Ayah yang secara gamblang mengatakan kalau ia khawatir pada Harsa. Ayah yang merangkul Harsa dan membantu Harsa hingga sampai ke tempat tidur. Terakhir, ayah yang mengusap lembut puncak kepalanya. Hingga kini membuat Harsa tanpa sadar menyentuh kembali puncak kepalanya. Detik berikutnya kedua sudut bibir Harsa ikut tertarik dan berakhirlah Harsa yang kini senyum-senyum sendiri.
Semua perlakuan ayah hari ini, jauh berbeda dari sebelum-sebelumnya. Bahkan sampai membuat Harsa bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apakah yang ia alami hari ini sungguh nyata? Atau hanya sekedar mimpi?
Meskipun terasa aneh dan juga canggung di waktu yang bersamaan karena tak biasanya ayah bersikap seperti itu. Harsa sebenarnya juga tak terbiasa menerima perlakuan yang hangat itu, sebab sudah lama ia tidak pernah menerimanya. Tapi tetap saja Harsa tak bisa membohongi dirinya sendiri kalau ia senang dengan perlakuan ayah hari ini.
"Bunda..."
"Apakah hari ini adalah permulaan dari perjalanan indah yang bunda maksud itu?"
Jika iya, Harsa sungguh berharap kalau ayahnya itu akan selalu bersikap seperti seorang ayah yang selama ini ia impikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK HARSA || HAECHAN
FanfictionTentang Harsa yang selalu menunjukkan senyumnya, namun selalu menyembunyikan kesedihannya. "Bunda, berapa banyak air mata yang harus aku keluarkan di dunia ini?"