Helaan napas terdengar jelas di dalam kamar rawat inap VIP, yang mana tampak seorang pemuda tengah terbaring di dalamnya. Di atas ranjang pesakitannya, pemuda itu mengarahkan pandangannya ke luar jendela.
Hari ini cuacanya tampak bagus. Sepertinya akan menyenangkan jika berjalan keluar untuk menghirup udara segar, walau hanya sebentar. Ya, berjalan keluar sembari menikmati udara segar dan memandangi langit biru yang cerah. Terdengar menyenangkan, bukan? Tapi bagaimana cara melakukannya dengan kondisi tubuh seperti ini?
Melakukannya seorang diri... jelas saja tidak mungkin. Mavin butuh seseorang di sini, di sisinya. Seseorang yang disebut dengan keluarga.
Keluarga.
Mavin yang tersenyum hambar ketika mengingat keluarganya, kembali menatap kosong langit-langit kamar.
Bolehkah Mavin mengeluh di pagi yang cerah ini?
Sejujurnya, Mavin benci dengan suasana seperti ini. Sendirian. Lalu termenung karena tidak bisa melakukan apa-apa. Dan berakhir menertawai dirinya.
Mavin akui, kemarin ia sungguh senang karena Harsa datang menjenguknya. Sudah lama ia tidak melihat sang adik, sebab Mavin memang jarang pulang ke rumah. Namun, baru beberapa saat ia berbincang dengan Harsa, adiknya itu kembali pergi. Lari tunggang langgang setelah menerima panggilan telepon dari ayah. Setelahnya, Mavin kembali berakhir seorang diri di kamarnya.
Ayah bahkan belum ada sedetikpun melihat kondisinya selepas menjalani operasi. Tidak ada. Padahal dirinya dan Caka berada di rumah sakit yang sama. Tidak sulit bukan, untuk melihat kondisinya sebentar?
Di tengah-tengah hatinya yang sedang berkeluh-kesah, Mavin menyadari seseorang baru saja membuka pintu kamarnya. Mavin enggan menoleh sekilas walau hanya sekedar memastikan siapa yang datang. Sebab Mavin sudah tahu, palingan yang datang cuma dokter atau perawat yang ingin memantau perkembangan kondisinya. Memikirkannya saja sudah membuat Mavin tertawa. Bahkan dokter dan perawat pun rutin melihat kondisinya dan menanyai kabarnya, dibandingkan dengan ayahnya sendiri.
"Mavin...."
Suara yang terdengar serak, begitupun dengan isak tangis yang tertahan, sukses membuat Mavin menoleh. Pemuda itu dibuat terkejut ketika mendapati eksistensi Naya di ambang pintu. Gadis itu yang tak lain dan tak bukan adalah kekasihnya Mavin.
"Naya...." lirih Mavin memanggil gadis itu.
Ada banyak sekali pertanyaan yang muncul dalam benak Mavin perihal kehadiran Naya di rumah sakit ini. Bagaimana bisa kekasihnya itu bisa sampai ke tempat ini? Padahal Mavin sama sekali belum mengabari orang-orang yang ia kenal mengenai kondisinya. Bahkan ia juga belum menjawab satu persatu pesan yang Naya kirim padanya kemarin.
Ya, ada banyak sekali pesan yang masuk dari gadis itu. Sebagian besar pesan tersebut berisi pertanyaan mengenai kabarnya.
Mavin bingung. Bagaimana ia harus menanggapi pesan dari Naya? Haruskah ia mengatakan yang sebenarnya? Tapi Mavin tak ingin membuat Naya khawatir. Mavin juga tak ingin menanggapi pesan tersebut dengan sebuah kebohongan. Mavin tak ingin membohongi kekasihnya. Hingga pada akhirnya, dengan berat hati Mavin memutuskan untuk mengabaikan pesan dan juga panggilan telepon dari Naya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK HARSA || HAECHAN
FanficTentang Harsa yang selalu menunjukkan senyumnya, namun selalu menyembunyikan kesedihannya. "Bunda, berapa banyak air mata yang harus aku keluarkan di dunia ini?"