Di tengah-tengah kesibukannya membantu Mbok Darmi di dapur, Harsa lagi-lagi dibuat pusing dengan perangai Caka yang membuat pagi yang tenang sedikit terusik. Bukan keributan besar, hanya untaian kata yang berisi kecemasan dan berulangkali diperdengarkan. Anak itu terus mempertanyakan kemampuannya dalam menjawab soal matematika yang akan ia hadapi hari ini.
Ya, tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Sudah dua minggu berlalu semenjak keributan antara Ferdian dan dirinya. Harsa pikir akan ada yang berbeda semenjak hari itu. Namun nyatanya semua terasa sama, dan tak ada perubahan besar. Selain Caka yang tampak semakin giat semenjak keluar dari rumah sakit setelah beberapa hari dirawat karena kejadian itu.
Pagi ini, tak banyak yang bisa Harsa perbuat selain menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu, sembari beberapa kali juga turut merespon celotehan Caka dengan seadanya.
"Bang, gimana ini?"
"Nanti kalau misalnya otak Caka tiba-tiba blank gimana? Bisa gawat ini, Bang!"
Lagi, rengekan itu kembali terdengar. Harsa menghela napasnya sembari menghidangkan makanan ke atas meja. Setelahnya dan masih ada Caka yang mengekorinya, Harsa membuka celemek yang melindungi seragamnya. Kemudian ia balik badan dan menghadap Caka yang seketika terdiam saat mendapat tatapan darinya. Sejenak Harsa menggosok-gosok telinganya yang pagi ini sudah disapa dengan berbagai macam celotehan Caka.
"Kamu tenang ya," ucap Harsa bersamaan dengan senyum tipis di wajahnya. "Kamu kan udah mempersiapkan semuanya dengan baik, jadi abang percaya kalau Caka—adik abang pasti bisa melakukannya dengan baik," tambahnya lagi mencoba menenangkan sang adik yang tingkat kekhawatirannya cukup tinggi pagi ini.
"Tapi bang—"
"Udah, cukup Caka!" potong Harsa yang entah kenapa ia terlihat kelelahan pagi ini. Energinya seolah sudah terkuras. "Daripada kamu panik nggak jelas gitu, lebih baik kamu sarapan dulu. Emangnya kamu mau terlambat dan tinggalin sama rombongan?"
Bersama dengan wajah masamnya, Caka menggeleng. Anak itu lantas membawa langkahnya dan duduk dengan pasrah di kursinya. Sejenak Caka terdiam setelah mengalihkan pandanganmya dari piringnya yang sudah penuh dengan makanan, menatap heran pada kursi yang biasanya tak pernah kosong pada jam sarapan.
"Ayah mana?"
Belum sempat Harsa menjawab kalau dirinya juga tidak tahu keberadaan ayah, tepat saat itu terdengar suara keributan dari arah pintu utama. Seperti suara pintu yang dibuka secara kasar dan disusul dengan suara derap langkah kaki yang tergesa-gesa. Tanpa pikir panjang, Harsa lantas membawa langkah kakinya keluar dapur dan ia dibuat terkejut ketika menemukan ayah yang menaiki anak tangga dengan tergesa-gesa. Entah apa yang terjadi, tapi yang pasti ayah memasuki kamar Mavin. Cukup lama hingga setelahnya ayah keluar bersama sebuah map berwarna coklat ditangannya.
“Ayah ada apa?” tanya Harsa yang seketika membuat langkah ayah terhenti dan manik hitam pekat itu untuk sesaat saling bertemu sebelum akhirnya ayah memalingkan wajahnya. "Bukan apa-apa," jawab ayah dan kemudian melanjutkan langkahnya. Namun lagi-lagi langkah itu terhenti ketika si Bungsu datang bergabung dan ikut bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK HARSA || HAECHAN
FanfictionTentang Harsa yang selalu menunjukkan senyumnya, namun selalu menyembunyikan kesedihannya. "Bunda, berapa banyak air mata yang harus aku keluarkan di dunia ini?"